Kamis 13 Dec 2018 17:58 WIB

Tokoh Lintas Agama Serukan Kerukunan di Tahun Politik

Tokoh umat beragama juga elit politik agar mengurangi pernyataan yang membuat gaduh.

Rep: Muhyiddin/ Red: Andi Nur Aminah
Utusan Khusus Presiden Untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Syafiq A. Mughni bersama para tokoh agama menjadi narasumber dalam refleksi akhir tahun dan proyeksi awal tahun di Jakarta, Kamis (13/12).
Foto: Republika/Prayogi
Utusan Khusus Presiden Untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Syafiq A. Mughni bersama para tokoh agama menjadi narasumber dalam refleksi akhir tahun dan proyeksi awal tahun di Jakarta, Kamis (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Utusan Khusus Presiden Untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) meggelar Refleksi Akhir Tahun dan Proyeksi Kerukunan Antar-Umat Beragama pada Tahun Politik di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis (13/12). Dalam kegiatan ini, tokoh lintas agama dari Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Khonghucu menyerukan agar umat menjaga kerukunan di tahun politik.

Utusan Khusus Presiden, Prof Syafiq Mughni mengatakan, para tokoh agama tersebut akan terus menyampaikan pesan-pesan keagamaan dan keadaban untuk kerukunan dan perdamaian bangsa. "Pada 2019, UKP DKAAP bersama-sama pemuka agama Indonesia akan terus melakukan upaya untuk menjaga kerukunan antarumat beragama di dalam negeri serta mempromosikannya ke luar negeri," ujar Syafiq dalam acara tersebut.

Menyambut Pilpres 2019 mendatang, dia pun berpesan kepada seluruh tokoh umat beragama dan juga elit politik untuk mengurangi pernyataan-pernyataan yang membuat gaduh masyarakat, sehingga kerukunan tetap terjaga seperti pemilu-pemilu sebelumnya. "Turunkan tensi, mengurangi intensitas atau ketajaman statemen-statemen kita. Harus lebih intelektual, lebih akademik," ucapnya saat ditanya Republika.co.id.

Di tempat yang sama, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti juga turut menyerukan agar pada tahun politik masyarakat mengedepankan kerukunan. Menurut dia, umat beragama harus siap untuk menghadapi realitas politik.

 

Apalagi, menurut dia, berbagai riset telah menunjukkan bahwa dalam aktivisme keagamaan saat ini terdapat arus baru yang keluar dari arus utama. Kalau dalam Islam, arus baru tersebut berada di luar Muhammadiyah ataupun NU.

"Ini saya kira sebauh realitas. Tapi kita tidak perlu khawatir karena munculnya arus baru itu hanya disebabkan faktor politik dari pada faktor teologis," kata Mu'ti.

Mu'ti mengatakan, pada tahun ini umat beragama juga memiliki tantangan yang cukup berat lantaran banyaknya ujaran kebencian ataupun pelintiran kebencian. Karena itu, menurut dia, tokoh agama memiliki peran penting untuk menguatkan komunikasi antar umat beragama.

"Pengautan Pancasila sangat penting, tapi lebih dari itu kita juga perlu lebih sering melakukan komunikasi, pertemuan-pertemuan, sehingga kita bisa membangun kedekatan di antara pemeluk agama," jelas Mu'ti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement