REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kementerian Agama mencatat tingkat perceraian naik 100 persen dalam kurun waktu 2006-2016. Fakta itu yang membuat Kemenag menekankan pentingnya pencegahan perkawinan anak.
Dirjen Bimas Islam Kemenag, Muhammadiyah Amin mengingatkan, pada 2006, angka perceraian hanya sekitar delapan persen. Sedangkan, satu dekade berikutnya menjadi 16 persen dari keseluruhan peristiwa nikah.
"Data menyebutkan Pengadilan Agama dewasa ini menyelesaikan 40 sengketa perceraian per jam kerja," kata Amin saat membuka kegiatan Pencegahan Kawin Anak di Hotel Abadi Yogyakarta, Selasa (11/12).
Kegiatan bimbingan pernikahan bagi remaja ini diinisiasi Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais dan Binsyar) Kemenag. Bimbingan itu diikuti 100 siswa MA/SMA/SMK baik negeri dan swasta di DIY.
Ia menyebut, dari keseluruhan perceraian yang terjadi itu, sebanyak 70 persen merupakan gugat cerai. Artinya, bisa dibilang saat ini kasus-kasus perceraian didominasi permintaan cerai dari perempuan.
Sayangnya, dari catatan Kemenag tersebut, 80 persen peristiwa cerai terjadi di bawah dua tahun usia pernikahan. Menurut Amin, ini terjadi karena masih banyak pasangan yang tidak punya dasar tentang perkawinan. "Makanya, Kemenag akan terus menggencarkan bimbingan perkawinan, kita semua meyakini kalau ketahanan nasional dimulai dari ketahanan keluarga," ujar Amin.
Senada, Kepala Bidang Urais dan Binsyar Kemenag DIY, Nadhif menekankan, kegiatan ini dilakukan untuk meneguhkan tekad para remaja. Sebab, mereka merupakan generasi penerus bangsa dan mewujudkan keluarga bahagia sejahtera.
Kemenag coba memberikan pemahaman akan pentingnya menuntut ilmu, menggapai cita-cita dan menghormati orang tua. Bimbingan diharap dapat pula menambah kesadaran bahaya pergaulan bebas, seks pranikah dan penyalahgunaan narkoba.
"Hari ini kita melihat masih banyak terjadi pernikahan di bawah umur akibat meningkatnya pergaulan bebas dan penggunaan gadget berkonten negatif," ujar Nadhif.
Kegiatan yang mengangkat tema Bimbingan Pernikahan Bagi Remaja itu sendiri diikuti 35 siswa MA, 45 siswa SMA dan 20 siswa SMK negeri dan swasta di DIY. Turut dilakukan juga Deklarasi Pelajar DIY.
Deklarasi diisi ikrar-ikrar untuk bersungguh-sungguh menuntut ilmu, menaati norma agama, menolak keras paham komunisme, sekularisme, radikalisme dan terorisme. Serta, tidak melakukan nikah di usia muda, pergaulan bebas dan seks pranikah.