Sabtu 08 Dec 2018 11:30 WIB

Fikir Air dan Siaga Banjir

Sejumlah kota di Indonesia rawan banjir

Hujan lebat mengakibatkan genangan air/ilustrasi
Foto:

Kerusakan lingkungan di daratan dan lautan itu umumnya disebabkan kebijakan, perlakuan, dan ulah manusia terhadap alam (QS Ar-Rum [30]: 41). Karena itu, fikih air menghendaki pemahaman sumber daya air berbasis budaya positif dan konstruktif. Budaya ini perlu diaktualisasikan dengan memaknai hujan itu sebagai rahmat dari Tuhan. Air hujan harus disyukuri dengan dikelola, ditabung, dan dimanfaatkan secara optimal untuk kemaslahatan hidup bersama.

Surat al-A'raf: 57-58 mengisyaratkan pentingnya fikih air dalam konteks siklus turunnya air hujan, yakni angin, awan, dan hujan, yang disebut rahmatihi (rahmat-Nya), tapi juga pentingnya manusia mengambil pelajaran dan keharusan bersyukur. Aktualisasi budaya konstruktif (bersyu kur) adalah pentingnya menabung air, karena Allah SWT menjadikan air itu 'menetap' di bumi dan 'menyimpannya'.

Jika air hujan itu 'tidak menetap' dan tidak 'tersimpan' karena tidak ditabung, lalu meluap dan menjadi banjir, boleh jadi karena manusia tidak mema hami bagai mana air itu semestinya menetap dengan baik.

Manusia kadang terlalu serakah dan banyak merusak ekosistem dengan menebang pohon dan hutan, mengganti lahan produktif dengan bangunan dan jalan beton, mem buang sampah sembarangan, dan tidak memperbaiki drainase berikut aliran sungai. Akibatnya, air hujan yang diturunkan Allah itu tidak dapat diserap dan disimpan dalam tanah, lalu meluber menjadi banjir.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement