Kamis 29 Nov 2018 13:55 WIB

Pemerintah Gujarat India Data Siswa-Siswa Muslim, Ada Apa?

Pendataan siswa Muslim dilakukan sejak 2013 di Gujarat.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nashih Nashrullah
Masjid Jama di Old Delhi, India.
Foto: AP
Masjid Jama di Old Delhi, India.

REPUBLIKA.CO.ID, GANDHINAGAR — Pemerintah Gujarat, India, mendata siswa Muslim kelas X dan XII yang mengikuti ujian di daerah itu. Pendataan itu sudah sudah dilakukan selama lima tahun terakhir.

Menteri Pendidikan negara, Bhupendrasinh Chudasama, mengatakan Dewan Pendidikan Kedua dan Menengah Gujarat (GSHSB) telah mengumpulkan data spesifik itu. GSHSB berada di bawah Departemen Pendidikan Pemerintah Gujarat.

Pengumpulan data dilakukan dari otoritas sekolah dalam bentuk papan ujian dalam jaringan (daring). Informasi ini dapat diakses melalui nama pengguna khusus dan perangkat lunak yang dilindungi kata sandi untuk mengisi formulir ujian siswa.

Ketika pihak sekolah mengisi formulir secara daring, pertanyaan muncul apakah siswa tersebut berasal dari komunitas minoritas. Setelah dijawab "Ya", pengguna hanya diberi dua opsi, "Muslim" atau "Lainnya".

“Praktik itu telah berlangsung sejak 2013,” kata Menteri Pendidikan kepada kantor berita IANS.

Dilansir di NDTV pada Rabu (28/11), saat ditanya mengapa hanya Muslim yang diidentifikasi secara terpisah, padahal ada siswa komunitas minoritas lainnya di Gujarat juga, Menteri Pendidikan Chudasama mengatakan itu hanya untuk mengumpulkan data.

Ketika diulang pertanyaan tersebut, Chudasama tetap menjawab itu untuk mengumpulkan data. Dia mengulangi jawaban itu untuk pertanyaan berikutnya, termasuk ketika ditanya mengapa data ini dikumpulkan.

"Ini untuk mengumpulkan data. Kami telah mempertahankan data ini sejak 2013,” ujar Chudasama.

Dia mengatakan hingga saat ini, tidak pernah ada yang mengeluh ihwal praktik pengumpulan data itu. Dia menegaskan pemerintah tidak memiliki rencana menghentikan atau mengubah pendataan tersebut. “Mengapa kita harus mengubah apa pun,” kata dia.

Ada sejumlah sekolah komunitas minoritas di negara bagian itu enggan mengeluhkan praktik tersebut. Kepala Sekolah Tinggi Bulan Sabit, Asif Khan Pathan mengatakan sekolahnya dan kelompok minoritas sudah menghadapi banyak masalah.

“Kami menemukan praktik ini tidak biasa, tetapi kami tidak pernah berpikir untuk mengeluh atau bahkan mempertanyakan motif pemerintah di belakang ini,” ujar Pathan.

Pendiri sebuah organisasi untuk komunitas Muslim, Hamaari Awaaz, Kausar Ali Saiyad, mengatakan banyak Muslim yang tidak sadar terhadap pendataan tersebut.

“Jika pemerintah benar-benar prihatin tentang pendidikan tinggi siswa Muslim dan sedang mengumpulkan data, saya akan senang,” kata Saiyad.

Namun, dirinya mengaku belum pernah melihat ada kebijakan pemerintah untuk beasiswa pascapendataan siswa Muslim.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement