Selasa 27 Nov 2018 22:50 WIB

Muslim Auburn Beberkan Tantangan Berislam di Amerika Serikat

Semangat beragama di negara non-Muslim justru dinilai kian meningkat.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Kelompok Muslim Amerika Serikat mengampanyekan anti Islamofobia
Foto: world bulletin
Kelompok Muslim Amerika Serikat mengampanyekan anti Islamofobia

REPUBLIKA.CO.ID, AUBURN –  Menjalankan keyakinan dan beribadah di negara mayoritas non-Muslim, tidaklah mudah. Ini seperti yang dialami umat Islam di Auburn, Alabama, Amerika Serikat. Pusat Islam Auburn yang terletak di Armstrong Street, menjadi tempat favoriat komunitas Muslim. Setidaknya mereka datang lima kali dalam sehari saat Asim Ali menyerukan panggilan shalat atau azan. 

Umat Islam di Auburn tidak memiliki imam atau muazin resmi. Sehingga, azan dan layanan ibadah dilakukan siapa saja yang memiliki pengetahuan yang paling besar tentang Alquran atau dapat melafalkan azan dengan sangat baik dan merdu. 

Sebagian besar siswa Muslim yang datang ke Pusat Islam itu datang dari berbagai wilayah dan mewakili semua latar belakang yang berbeda. Ada pengunjung masjid yang berasal dari Chad, Uni Emirat Arab, Nigeria, Bangladesh, dan warga Auburn sendiri.

"Hanya satu persen dari orang Amerika adalah Muslim," kata Ali, dilansir di The Auburn Plainsman, Selasa (27/11). 

Karena rendahnya persentase Muslim Amerika, warga Amerika lainnya kemungkinan tidak akan bertemu seorang Muslim Amerika. "Itu tidak akan terjadi, tapi jika kita bisa berusaha, kita bisa mulai memecah stereotip mental yang kita miliki," lanjutnya.

Ali lantas mengalihkan perhatiannya pada Presiden AS Donald Trump dan mengungkapkan bagaimana menjalani hidup sebagai seorang Muslim di sebuah negara, di mana pemimpinnya kerap mengulangi topik Islamofobia dan mengejar kebijakan anti-Muslim. Ia tampak berhati-hati saat berbicara soal politik dan keyakinannya. 

"Saya pikir kita memiliki tipe masyarakat yang kita inginkan. Kata-kata yang diucapkan para pemimpin kami memiliki dampak, dan ketika presiden menggunakan kata-kata seperti 'bersarang' untuk mendeskripsikan kami, untuk menggambarkan kafilah pengungsi, itu memiliki dampak. Jika ini bukan jenis masyarakat yang kita inginkan, kita harus menuntut lebih baik dari para pemimpin kita," ujar Ali.

Kendati begitu, Ali mengungkapkan Pusat Islam Auburn telah mendapatkan dukungan dari masyarakat Auburn sendiri. Ali bukan berasal dari Auburn. Tetapi, ia selalu merasa dihargai semua orang dari mulai presiden Universitas Auburn hingga bawahannya. Ali kemudian mengatakan, bahwa kekerasan tidak memiliki tempat dalam Islam. 

"Dalam agama kami, jika anda membunuh satu orang, itu seperti anda telah membunuh semua umat manusia, dan anda akan dipanggil untuk menjawabnya pada hari kiamat. Ia yang menyelamatkan satu nyawa menyelamatkan seluruh dunia," katanya.

Seorang mahasiswa tingkat dua dalam bidang sains dan matematika sekaligus anggota Pusat Islam Auburn dari Abu Dhabi (UEA), Ayman Ahmed, mengatakan dia ingin orang-orang tahu bahwa Muslim juga tertarik pada sains dan pembelajaran. 

Ahmed tidak membiarkan tinggal di negara di mana pemimpin telah mengejar kebijakan anti-imigrasi, anti-Muslim, anti-Arab dan membuat pernyataan yang kurang menyanjung tentang kelompok-kelompok itu mengganggu atau mengubahnya.

"Saya masih mencoba untuk memperlakukan orang yang sama seperti saya akan sebaliknya," kata Ahmed.

Ahmed menggambarkan kehidupan Muslim di Auburn sangat berbeda dari tempat ia dibesarkan. Ahmed mengatakan, meskipun tidak ada masjid secara bangunan fisik di Auburn, tetapi lebih banyak orang pergi ke masjid di Auburn daripada di kampung halamannya.

"Saya pikir Amerika adalah tempat terbaik untuk membesarkan anak-anak yang Muslim. Tantangan yang kita hadapi seringkali mengarah pada keyakinan yang lebih kuat. Orang tidak akan percaya hanya karena itu nyaman," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement