Rabu 14 Nov 2018 15:46 WIB

Donatur No Name Sulitkan Filantropi Berkembang Profesional

Database donator itu sangat penting.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia, Hamid Abidin
Foto: Facebook
Direktur Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia, Hamid Abidin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernahkan Anda melakukan donasi kepada sebuah lembaga namun tak mencantumkan identitas jelas? Misalnya hanya menuliskan 'hamba Allah' atau no name saja. Ternyata, langkah seperti ini dinilai menyulitkan lembaga untuk mengembangkan filantropi secara profesional.

Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia, Hamid Abidin. Hamid mengatakan, database donator itu sangat penting. "Database itu penting untuk merawat, melayani, selain itu juga untuk mendorong donatur untuk menjadi donatur tetap, tidak tetap atau loyal," kata Hamid, kepada Republika.co.id, Rabu (14/11).

Baca Juga

Ia menambahkan, sebagian besar donatur di Indonesia tidak kritis terhadap pertanggungjawaban lembaga penggalang dana. "Kita pernah survei, 60 persen donatur tidak pernah menagih laporan pertanggung jawaban. Hal ini membuat lembaga tidak terpacu untuk membuat laporan pertanggung jawaban," jelas dia.

Ia menambahkan, donasi masih cenderung ke program-program jangka pendek seperti bencana. Padahal, kata dia, masyarakat lebih banyak menghadapi persoalan-persoalan jangka panjang. "Seperti lingkungan yang rusak, buruh yang ditindas, korupsi dan sebagainya, hal seperti ini masih belum banyak mendapat dukungan," kata dia.

Terkait laporan World Giving Index yang dirilis oleh CAF (Charity Aid Foundation) menempatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia mengalahkan Australia dan Selandia Baru, Hamid berpendapat di balik predikat itu, sebetulnya masih banyak pekerjaan rumah bagi Indonesia. Dia menilai, pemberian sumbangan atau aksi kedermawanan itu sebagian besar masih direct giving. "Larinya ke pengemis, pengamen dan lain-lain. Semua yang tidak terorganisir, dampaknya tidak terukur," jelas dia.

Selain itu, kebijakan pemerintah tentang insentif pajak dinilai masih minim. Pasalnya hanya sebatas pada lima program. Seperti bencana, pendidikan, research and development, pembangunan infrastruktur, dan olahraga. "Jadi kalau programnya kesehatan, lingkungan atau ekonomi enggak dapat insentif pajak. Agak aneh ketika olahraga dapat, sementara kesehatan enggak dapat," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement