REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama mengungkapkan beberapa alasan Kemenag meluncurkan kartu nikah untuk pasangan yang menikah di 2018 dan seterusnya. Alasan paling kuat, adalah keinginan Kemenag untuk memiliki dan menerapkan identitas nikah berbasis teknologi dan informasi akurat, namun mudah dibawa kemanapun.
Selain itu, kartu ini, dapat menjadi alat untuk meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat di bidang pencatatan nikah dengan basis data yang terintegrasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Dengan penerapan kartu nikah, diharapkan dapat mewujudkan keamanan dan keakuratan data pernikahan.
“Kita (Kemenag) juga ingin memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengurus legalisasi dokumen nikah,” kata Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama Mohsen, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (14/11).
Mengingat banyaknya kasus pemalsuan buku nikah, Mohsen mengganggap, kartu nikah sangat diperlukan sebagai alternatif identitas pernikahan yang dapat diverifikasi secara digital. Di sisi lain, dia menegaskan, masih berlakunya buku nikah walaupun kartu nikah akan segera berlaku.
Menurut dia, keberadaan kartu nikah sebenarnya hanya untuk mempermudah pengecekan data pernikahan. Sehingga pasangan baru yang hobi melancong, tidak perlu lagi membawa buku nikah dan hanya perlu membawa kartu nikah saja. Meski begitu, dia menegaskan bahwa kartu nikah belum menjadi mandatori pemerintah, dan pasangan yang telah lama menikah tidak diwajibkan memilikinya.
“Sebenarnya kartu nikah ini bukan kewajiban, tapi tahun ini kita memprioritaskan pasangan-pasangan yang menikah di 2018,” kata Mohsen.
Mohsen menjelaskan, saat ini Kemenag telah menyiapkan satu juta kartu nikah, dan hari ini, Rabu (14/11) mulai didistribusikan ke berbagai wilayah di Indonesia. Adapun pendistribusiannya, kata dia, dipertimbangkan sesuai banyaknya peristiwa nikah di masing-masing provinsi.
“Saat ini sekitar 4.000 KUA sudah siap, berarti sekitar 49 persen dari total KUA di Indonesia,” kata Mohsen.