Sabtu 20 Oct 2018 13:22 WIB

Tobat Tersusun dari Tiga Hal, Apa Saja?

Penyesalan mendalam berasal dari kepedihan.

Tobat (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Tobat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali mengungkapkan, tobat tersusun dari tiga hal: ilmu, keadaan, dan perbuatan. Tiga hal tersebut menjadi penyebab satu dari yang lain. Ilmu yang membuat seseorang menyadari dosa-dosa yang sudah diperbuatnya sudah meracuni dia. Pengetahuan itu akan meyakinkan hatinya dan mengobarkan kepedihan sebagaimana dia kehilangan kekasih. Dia pun merasa menyesal.

Penyesalan mendalam berasal dari kepedihan. Apabila kepedihan ini menguasai hatinya, bangkitlah sebuah keadaan lain yang disebut keinginan dan maksud untuk melakukan perbuatan yang terkait dengan masa sekarang, masa lalu, dan masa depan.

Perbuatan yang terkait dengan masa sekarang adalah meninggalkan semua dosa sebelumnya yang pernah diperbuat. Mengenai keterkaitannya dengan masa depan, dia bertekad untuk meninggalkan dosa yang membuatnya kehilangan kekasih sampai akhir umurnya.

Adapun keterkaitannya dengan masa lampau adalah menebus dan membayar apa yang telah lewat dengan kebajikan. Ilmu, penyesalan, dan maksud untuk meninggalkan dosa ini yang disebut taubat secara lengkap. Dengan pengertian ini telah timbul sebuah atsar. Penyesalan tidak kosong dari ilmu yang menghasilkan dan membuahkannya. Serta dari tekad yang mengikuti dan mengiringinya.

Baca: Tobat dan Melihat Masa Depan

Al-Ghazali menjelaskan, tobat harus dilakukan terus-menerus pada setiap keadaan. Maksiat bagi iman layaknya makan an yang berbahaya bagi badan. Makanan berbahaya dapat mengubah komposisi badan manusia. Zat-zatnya yang merusak berkumpul untuk merusak badan manusia. Dia pun mati tiba-tiba.

Demikian cara racun-racun dosa bekerja terhadap ruh keimanan. Pekerjaannya membuktikan kebenaran perkataan atas pelakunya jika ia termasuk orang celaka.

Setiap manusia tidak kosong dari maksiat terhadap anggota badannya. Jika ia terlepas dari keadaan maksiat, ia tidak kosong dari keinginan dengan dosa di dalam hati. Jika ia kosong dari keinginan itu, ia tidak kosong dari bisikan setan yang mendatangkan lintasan-lintasan agar menyelewengkannya dari zikir. Jika ia tidak pula kosong dari itu, dia tak kosong dari ke lalaian dan kekurangan dalam ilmu tentang Allah serta sifat-sifat perbuatan-Nya.

Rasulullah SAW, lelaki yang dosanya diampuni pun memohon ampun kepada Allah 70 kali dalam sehari semalam. Allah pun memuliakan Rasulullah dengan berfirman, Supaya Allah mengampuni dosamu yang terdahulu dan dosamu yang belakangan. (QS al-Fath: 2).

Apabila Nabi SAW dengan sifatnya yang maksum bertaubat 70 kali sehari, bagaimana dengan kita? Siapakah kita ini? Tobat sudah selayaknya kita jadikan karakter hidup sehari-hari. Terlebih, pada bencana yang tengah dihadapi bangsa ini.Gempa bumi, tsunami, hingga likuefaksi hendaknya menjadi ujian bagi kita yang masih bernapas. Mumpung kita masih diberi waktu.Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement