REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai kesadaran masyarakat Indonesia mengenai hukum mengalami kemajuan. Hal ini terlihat minimnya penyelesaian masalah dengan cara main hakim sendiri.
Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan kesadaran tersebut perlu diimbangi dengan edukasi pemberian hak dan tanggung jawab dalam setiap hukum yang berlaku di Indonesia.
"Kesadaran hukum, saya kira ada kemajuan meski tetap didorong lebih memahami terkait dengan proses hukum. Jadi pengertian kesadaran memberikan hak dan tanggung jawabnya harus seimbang disadari masyarakat,” ujarnya kepada Republika, Kamis (18/10).
Menurut Zainut, pihaknya kerap kali mendapatkan pengaduan dari sekelompok warga terkait masalah hukum seperti penodaan agama, mal praktek hingga penyerobotan tanah dan kasus pidana lainnya. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan memahami upaya penyelesaian hukum secara tepat.
“Banyak hal yang sudah dilakukan MUI, misal UU Pornografi merupakan inisiasi dari masyarakat kemudian ditanggapi DPR terus kami kawal lalu lahir UU itu, begitu juga UU Produk Halal. Kami akan secara aktif memberikan masukan kepada DPR terkait dengan kebutuhan masyarakat,” ucapnya.
Baca juga, Mahfud: Hukum di Indonesia Amburadul.
Untuk itu, ia meminta MUI daerah dapat membantu masyarakat dalam penyelesaian proses hukum semestinya. Sekaligus memberikan edukasi terhadap masyarakat mengenai hukum yang berlaku di Indonesia.
“Kami ingin pengurus MUI khususnya komisi hukum memiliki pemahaman yang cukup, bagaimana langkah yang harus dilakukan, lalu koordinasinya dengan siapa. Lalu kami ingin memperjuangkan UU yang sesuai aspirasi masyarakat,” ungkapnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Ikhsan Abdullah menambahkan pihaknya akan memberikan pembekalan terhadap anggota MUI di daerah untuk menangani kasus hukum di wilayah masing-maisng. Langkah ini agar kasus di daerah tidak bermuara ke MUI Pusat.
“Kami akan memberikan pencerahan karena banyak kasus di daerah seperti penodaan agama, pemurtadan, perebutan atau perampasan hak. Kami akan bekerja sama dengan aparatur daerah,” ucapnya.
Menurutnya, selama ini ada tiga wilayah yang sering mendapat laporan kasus di daerah, seperti di Jakarta, Jawa Barat dan Papua. Adapun penyebabnya kasus tersebut tidak diminimalisir secara professional dan kurangnya sinergis aparatur hukum di daerah. “Kami juga ingin menegakkan budaya hukum di daerah-daerah,” ungkapnya.