Senin 15 Oct 2018 19:12 WIB

ACT Kirimkan Kapal Kemanusiaan Kedua untuk Palu-Donggala

Indonesia merupakan negara dengan banyak wilayah rawan bencana.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agus Yulianto
Aksi Cepat Tanggap (ACT) memberangkatkan kapal kemanusiaan kedua untuk Palu-Donggala di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Senin (15/10).
Foto: Republika/Dea Alvi Soraya
Aksi Cepat Tanggap (ACT) memberangkatkan kapal kemanusiaan kedua untuk Palu-Donggala di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Senin (15/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puluhan truk bantuan logistik telah memasuki Kapal Drajat Paciran yang akan diberangkatkan hari ini, Senin (15/10) dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kapal yang dinamakan Kapal Kemanusiaan untuk Palu, Sigi, dan Donggala ini mengangkut sekitar 750 ton bantuan logistik dan 85 relawan yang akan disebar di 16 posko Aksi Cepat Tanggap (ACT) di empat wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng). 

President of group of distribution program ACT Syuhelmaidi Syukur menjelaskan, saat ini, terdapat empat kabupaten yang mengalami kerusakan parah akibat gempa, tsunami dan pencairan tanah (likuifaksi) di Sulteng. Empat kabupaten tersebut, kata dia, antara lain, delapan kecamatan di wilayah Palu, 10 kecamatan di Donggala, 15 kecamatan di Sigi dan enam kecamatan di Parigi Moutong. 

“Dari data terkini, ada 2400 korban meninggal, tujuh ribu orang yang dinyatakan hilang, dan 69 ribu warga Sulteng yang masih mengungsi,” ujar Syuhelmaidi saat menyampaikan sambutan dalam pelepasan kapal kemanusiaan untuk Palu, Sigi dan Donggala, Senin (15/10). 

Menurut dia, Indonesia merupakan negara dengan banyak wilayah rawan bencana. Dia juga menegaskan pentingnya pengetahuan masyarakat tentang tahapan penanggulangan bencana. Pertama, preventif, yaitu dengan membiasakan masyarakat dan pemerintah untuk hidup dan berbudaya dengan baik dan tidak merusak alam. 

“Karena tanpa kita sadari, banyak masyarakat yang masih mencemarkan lingkungan, ditambah proses pembangunan bangsa yang sering merugikan alam,” lanjut dia. 

Kedua, proses penanggulangan bencana. Proses ini, kata dia melibatkan pemerintah untuk membentuk lembaga-lembaga atau bagian yang khusus untuk menanggulangi bencana dan mengawasi tanda-tanda terjadinya bencana. Ketiga, selalu siap siaga menghadapi bencana. Dalam artian menyiapkan dan melatih masyarkat bagaimana cara menghadapi bencana. 

“Kita adalah bagian dari bangsa dan ketika melihat saudara kita mengalami musibah, tentu kita Harus menjadi orang yang paling depan untuk menolong mereka,” ujarnya. 

Sebelumnya, ACT juga telah memberangkatkan Kapal Kemanusiaan dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya untuk membantu Palu, Donggala dan Sigi. Kapal tersebut juga telah tiba di Pelabuhan Pantoloan, Palu pada Sabtu (13/10) lalu. KM Melinda 01 ini membawa 1.000 ton bantuan pangan dan logistik untuk masyarakat Sulawesi Tengah. Kapal Kemanusiaan ini membawa 500 ton beras yang dikumpulkan dari Lumbung Pangan Wakaf (LPW) Global Wakaf - ACT di Blora, Jawa Tengah.

Sedangkan sisanya memuat bahan logistik lain seperti air mineral, sembako, pakaian baru, makanan bayi, selimut, tenda, obat-obatan, dan lain-lain. Selain pangan dan logistik, kapal turut mengangkut satu mobil ambulans ACT, yang sebelumnya melayani pengungsi di Lombok

Senior Vice President ACT Syuhelmaidi Syukur mengatakan, kedatangan Kapal Kemanusiaan merupakan bagian dari rangkaian pengiriman logistik dari berbagai wilayah di Indonesia untuk pengungsi di Sulawesi Tengah. Kapal Kemanusiaan pertama untuk Sulawesi Tengah ini mengangkut ribuan ton bantuan dari Jawa, di antaranya dari Blora, Ngawi, Bojonegoro, Yogyakarta, Semarang, Solo, Malang, dan Surabaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement