REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Agama (Kemenag) selalu menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah dan ormas Islam dalam membina pengikut aliran sesat.
“Itu salah satunya dengan sosialisasi dakwah Islam, kita bermitra dengan ormas, pemuka agama. Kalau diurai, itu pengurus masjid, imam masjid sesuai tupoksi (membina),” kata Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Juraidi kepada Republika, Rabu (10/10).
Juraidi mengatakan upaya Kemenag bersama mitra dalam meluruskan pengikut aliran sesat, yakni dengan menyosialisasikan ajaran Islam moderat atau wasatiyyah. Bukan menyuarakan Islam yang ekstrimis dan radikal.
Ia sepakat dengan pendapat MUI DKI Jakarta untuk tidak menjauhi penganut aliran sesat. Sebab, mereka tetap bagian dari umat. “Dari kaca mata dakwah saja, janganlah orang yang menyimpang dijauhi. Sebagaimana dakwah Rasulullah SAW jangan dijauhi,” ujar dia.
Penganut aliran sesat, sesungguhnya adalah Muslim yang merupakan bagian dari Islam. Karena itu, harus diluruskan dengan pendekatan dakwah persuasif.
Kemenag menyerahkan pembinaan melalui mitra di masing-masing daerah, yakni MUI setempat, ormas Islam, dan pemuka agama. Pun terkait upaya deteksi dini, Juraidi menyebut hal itu adalah tugas pokok dan fungsi MUI daerah. Deteksi dini memiliki panduan berupa 10 parameter aliran sesat dari MUI Pusat.
Pertama, mengingkari salah satu dari rukun iman dan Islam. Kedua, meyakini dan/atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan Alquran dan sunnah. Ketiga, meyakini turunnya wahyu setelah Alquran.
Keempat, mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran. Kelima, melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir. Keenam, mengingkari kedudukan hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam.
Ketujuh, menghina, melecehkan, dan/atau merendahkan para nabi dan rasul. Kedelapan, mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir. Kesembilan, mengubah, menambah, dan/atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah, seperti haji tidak ke baitullah, shalat wajib tidak lima waktu. Ke-10, mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i, seperti mengkafirkan Muslim hanya karena bukan kelompoknya.
Juraidi mengatakan setiap kecamatan memiliki masing-masing delapan penyuluh agama, baik PNS maupun non-PNS. Mereka bekerja sama dengan ormas dalam melakukan pembinaan aliran sesat.