REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Khazanah Islam telah mengenal sistem pengobatan sejak masa awal Islam. Sistem pengobatan yang dikenal luas dalam khazanah Islam ini mengacu kepada perkataan dan tindakan Rasulullah SAW yang terkait dengan upaya menanggulangi wabah penyakit, penyembuhan penyakit, dan perawatan pasien.
Sistem pengobatan yang diadopsi dari Rasulullah SAW ini dikenal sebagai thibbun nabawi. Dalam makalah yang disampaikan pada Seminar Pengobatan Ilmiah dan Islam di Universitas Diponegoro Semarang, Guru Besar Epidemologi dan Kedokteran Islam Universitas Brunei Darussalam, Prof Dr Omar Hasan Kasule MB ChB MPH, memaparkan bahwa thibbun nabawi mempunyai beberapa sumber, yaitu wahyu, pengalaman empiris Rasulullah, pengobatan tradisional pada masa itu di semenanjung Arab, dan ilmu pengobatan dari komunitas lain yang telah diketahui di Makkah dan Madinah pada masa Rasulullah.
Alquran sebagai salah satu sumber thibbun nabawi, terang Prof Kasule, telah menyajikan banyak ayat yang berhubungan dengan penyakit dalam tubuh dan pikiran serta cara penyembuhannya. Alquran berbicara tentang kesehatan fisik dan mental yang buruk atau penyakit hati.
Alquran juga memuat doa untuk kesehatan yang baik sebagaimana panduan terapi khusus, seperti madu, hanya memakan makanan yang sehat dan halal, menghindari makanan yang haram dan tidak sehat, serta tidak makan dalam jumlah yang berlebihan.
Sementara itu, pengalaman empiris Rasulullah yang mencakup masalah pengobatan; perawatan medis yang juga dipraktikkan orang lain pada masa Rasulullah; perawatan medis yang diamati Rasulullah; dan prosedur medis yang didengar atau diketahui Rasulullah telah banyak diriwayatkan dalam sejumlah hadis. Contohnya adalah hadis yang menerangkan cara pemakaian madu untuk mengobati penyakit perut ringan seorang sahabat.
Imam Bukhari dalam kitab sahihnya meriwayatkan sekitar 299 hadis yang secara langsung berhubungan dengan pengobatan. Beliau menyumbangkan dua buah buku kesehatan, yaitu Kitaab al Tibb dan Kitaab al Mardha.
Sebagaimana sistem pengobatan modern, dalam thibbun nabawi juga dikenal adanya tiga metode pengobatan, yakni preventif (pencegahan), spiritual, dan kuratif (penyembuhan). Tindakan pencegahan menurut kacamata Islam, jelas Prof Kasule, tergantung pada kondisi ilmu pengetahuan serta perubahannya mengikuti ruang dan waktu.
Preventif
Menurut Jalaluddin Al-Suyuti dalam bukunya yang bertajuk Mukhtasar al Tibb al Nabawi, kebanyakan thibbun nabawi merupakan pencegahan. Ia menguraikan langkah medis preventif, seperti makanan dan olahraga.
Langkah medis preventif lainnya yang dijabarkan oleh Al-Suyuti sama halnya dengan yang diajarkan dalam hadis. Hal tersebut meliputi karantina untuk penderita wabah, melarang urinasi pada air yang tenang atau tidak mengalir, penggunaan sikat gigi, siwak, perlindungan rumah pada malam hari dari kebakaran dan penyakit pes, meninggalkan sebuah negara karena keadaan air dan iklimnya, kesehatan mental dan pernikahan, kesehatan pernikahan dan seksual, kontrol diet untuk mencegah berat badan berlebihan, menjaga kebersihan, dan mencegah najis.
Spiritual
Dalam pengobatan dengan metode spiritual, Al-Suyuti menerangkan bahwa ada aspek-aspek spiritual dari penyembuhan dan pemulihan. Misalnya, doa, pembacaan Alquran, dan mengingat Allah sebagai satu-satunya sesembahan.
Penyakit psikosomatik dapat merespons pendekatan spiritual. Penggunaan rukyat (surah Alfatihah, Almu'awadhatain) jatuh di antara proses penyembuhan fisik dan spiritual. Bagian penyembuhan dari rukyat bisa dipahami dalam istilah modern bahwa jiwa mampu mengendalikan mekanisme kekebalan tubuh untuk mencegah penyakit.
Kuratif
Ibnul Qayim al Jauziyah dalam bukunya yang berjudul al Thibb al Nabawi menyebutkan, banyak penyakit yang tindakan medisnya direkomendasikan dari cara pengobatan Nabi SAW. Di antara penyakit-penyakit yang menurut thibbun nabawi dapat diobati dengan pengobatan alami adalah demam, luka, epilepsi, tekanan darah tinggi, iritasi kulit, erupsi kulit, radang selaput dada (pleurisy), sakit kepala, radang tenggorokan, pembesaran jantung, radang mata, otot kaku, keracunan makanan, diare, hidung berdarah (mimisan), sakit gigi, batuk, keseleo, mata merah, gigitan ular, gigitan kalajengking, pes, dan kutu kepala.
Bentuk perawatan medis untuk penyakit-penyakit tersebut, menurut Ibnu Qayyim, di antaranya adalah melakukan diet; air dingin (untuk demam); serta mengonsumsi madu, susu, dan urine unta serta jintan hitam (al habba al sauda).
Sedangkan, bentuk perawatan bedah yang dapat dilakukan adalah bekam (al hijaamah) dan kauterisasi (teknik penyembuhan dengan mempergunakan cairan, getah, larutan, atau penggunaan bahan larutan kimia untuk membakar jaringan pada bagian yang terinfeksi; cara ini hanya bisa dilakukan pada penyakit tertentu saja, seperti mimisan, kanker, dan penyakit kulit).