REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Endemik malaria menjangkit belasan warga yang tinggal di Dusun Apit Aiq, Desa Batu Layar, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat. Kawasan ini memiliki topografi perbukitan yang didominasi vegetasi bambu, kelapa, dan pisang.
Berdasarkan laporan dari Puskesmas Meninting, yang lokasinya terdekat dari dusun tersebut, 11 warga dinyatakan positif menderita malaria. Mereka seluruhnya telah mendapatkan penanganan pertama dari puskesmas, mulai dari pemeriksaan darah, pemberian obat, serta kelambu.
"Kemarin ada satu keluarga, 10 orang, kena malaria semua. Tapi, Alhamdulillah, sudah diobati dan dikasih kelambu," ujar warga sekaligus kader kesehatan dusun tersebut Samarantaen dalam keterangan tertulis yang didapat Republika.co.id, Kamis (27/9) lalu.
Diakui Samarantean, jumlah warga di Dusun Apit Aiq yang menderita malaria meningkat dari tahun lalu, yang hanya sekitar enam hingga tujuh warga. Menurutnya malaria biasa muncul saat musim hujan, tapi tahun ini endemik tersebut muncul saat musim kemarau.
Malaria di Lombok Barat memang sudah menjadi endemik. Hal ini mengingat banyak warga Lombok Barat yang tinggal di wilayah hutan, sehingga cukup banyak yang terjangkit malaria ketika siklus malaria muncul.
Ketika gempa melanda dan kondisi pascagempa yang serba sulit, makin menambah banyak kasus malaria. Peningkatan jumlah penderita malaria di Lombok Barat cukup dipengaruhi oleh kondisi pascagempa di pengungsian.
Salah satu petugas kesehatan Puskesmas Meninting, Farlin, mengatakan kasus tersebut cukup banyak ia dapatkan saat menangani pasien malaria di beberapa dusun. “Kami kan sempat melakukan pengambilan sampel darah secara massal (Mass Blood Survey). Dalam beberapa kasus kami dapati warga sudah kena malaria ketika mereka kembali ke rumah dari pengungsian,” jelas Farlin.
Meski telah diberikan bantuan kebutuhan kelambu untuk warga di seluruh Lombok Barat, wilayah yang terpapar wabah malaria belum sepenuhnya terpenuhi. Pemberian kelambu untuk warga diprioritaskan pada warga yang positif terjangkit malaria, bayi dan balita, serta lansia.
Hal ini disampaikan oleh Dokter Riedha dari Tim Medis ACT saat mengunjungi Dusun Apit Aiq bersama petugas Puskesmas Meninting, Sabtu (22/9). Sejak ditetapkannya KLB (Kejadian Luar Biasa) Malaria di Lombok Barat pada 12 September kemarin, ACT sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat untuk penanganan dan surveilans (proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interprestasi data) KLB malaria.
Dari Puskesmas, mereka sudah memprioritaskan pembagian kelambu kepada keluarga-keluarga yang terkena malaria, bayi dan balita, serta lansia. "Kami dari ACT, berinisiatif untuk membantu warga yang tinggal dekat dengan warga lainnya yang positif menderita malaria," ucap Riedha.
Dari hasil surveilans di empat puskesmas di Lombok Barat, diperkirakan ada 6.000 keluarga yang membutuhkan kelambu untuk pencegahan penularan malaria. Sementara itu, baru 900 keluarga yang sudah menerima kelambu untuk dipasangkan di rumah mereka.
"Karena warga yang membutuhkan kelambu masih banyak, kami berinisiatif untuk mendistribusikan kelambu untuk warga sebagai upaya pencegahan malaria. Untuk tahap awal, kami membagikan 100 kelambu ke warga yang tinggal di sekitar warga lainnya yang mengidap malaria. Ini untuk mencegah penularan," lanjutnya.
Pendistribusian kelambu telah dimulai sejak Rabu (19/9). Tim Medis ACT beserta petugas Puskesmas Meninting dan Penimbung membagikan kelambu ke dusun-dusun di Lombok Barat seperti Dusun Kekeran, Dusun Ranjong Barat, dan Dusun Apit Aiq.
Selain mendistribusikan kelambu, Tim Medis ACT dan petugas puskesmas setempat juga mengedukasi cara pemasangan kelambu yang benar. Hal ini bertujuan untuk keberlangsungan penggunaan kelambu dan untuk mendapatkan pemahaman yang sama mengenai program pencegahan malaria.
"Kami juga memberikan pemahaman kepada warga terkait malaria dan apa bedanya dengan demam berdarah, termasuk pentingnya pencegahan penularan. Ini untuk meningkatkan kesadaran warga tentang penyakit malaria dan DBD," ujar Riedha.