REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah mengupayakan perawatan dan pemulangan pekerja ilegal Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditemukan terkapar dan sekarat di parkiran Rumah Sakit (RS) Universitas King Abdulaziz Jeddah. Menurut Kepala Bagian Urusan Pasien Rumah Sakit, Madam Esra Mohammad Moshri, seperti diinformasikan dari keterangan tertulis KJRI Jeddah di Jakarta, Senin (24/9) perempuan bernama Halimah Sudin itu ditemukan petugas satpam rumah sakit, 6 September silam.
Sejak itu, perempuan asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur, tersebut dirawat secara intensif. Halimah ternyata menderita stroke.
Pelaksana Fungsi Konsuler (PFK) 1 yang merangkap Koordinator Pelindungan Warga (KPW) KJRI Jeddah Safaat Ghofur mengatakan, Halimah diantar berobat oleh seseorang yang diduga temannya ke rumah sakit tersebut. Mengingat penyakit yang diderita Halimah harus mendapatkan perawatan intensif dan membutuhkan biaya tidak sedikit, pihak pengantar meninggalkan Halimah sendirian terkapar di parkiran.
Halimah yang masuk ke Arab Saudi dengan visa umrah 12 tahun silam itu dipulangkan ke Tanah Air, Ahad (23/9) didampingi seorang staf KJRI karena harus menggunakan kursi roda. Halimah yang kelahiran 1960 ini berstatus undocumented (tidak resmi) dan masuk ke Arab Saudi pada 2006. Ia kemudian menetap dan bekerja secara ilegal.
Ia pernah tercatat sebagai peserta program Amnesti 2013/2014. Pada saat itu, seluruh warga negara asing ilegal diberikan kesempatan melegalkan statusnya atau pulang ke negaranya tanpa melalui tahanan imigrasi. Namun, Halimah memilih tidak pulang dan tetap bekerja secara tidak resmi.
"Di sini (Arab Saudi) warga asing ilegal tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Jadi, rumah sakit tidak mau menerima kecuali ada penjamin yang punya iqamah (kartu izin tinggal, Red). Yang punya iqamah itu nantinya yang harus bertanggung jawab atas biaya rumah sakit," ujar Safaat.
Safaat mengatakan, mungkin gara-gara takut dimintai tanggung jawab, orang yang mengantar Halimah kemudian meninggalkan dia sendirian. Pihak rumah sakit semula menuntut KJRI untuk menanggung biaya 20 ribu riyal atau sekitar Rp 76 juta. Namun, PFK-3 KJRI Ainur Rifqie melobi pihak berwenang di rumah sakit agar Halimah dibebaskan dari biaya atas pertimbangan kemanusiaan.
Pihak rumah sakit akhirnya menerima permohonan KJRI dengan syarat Halimah segera meninggalkan rumah sakit dalam tempo 3 hari. Menyikapi banyaknya WNI undocumented yang mengidap penyakit berat belakangan ini, Konsul Jenderal (Konjen) RI Mohamad Hery Saripudin mengimbau warga Indonesia yang berada di Arab Saudi secara ilegal agar memahami bahwa keberadaan mereka dengan status tidak resmi membahayakan dirinya sendiri.
Konjen menyontohkan, WNI overstay (WNIO) yang melahirkan di rumah-rumah penampungan tidak mendapatkan layanan kesehatan yang semestinya, tidak bisa dirawat di rumah sakit. Mayat yang tidak beridentitas tidak bisa segera dikubur, WNIO juga bisa dipenjara bila ditemukan berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya, dan masih banyak contoh kasus lainnya.
"Aspek perlindungan tidak maksimal bagi mereka yang undocumented. Kami imbau khususnya yang tidak berdokumen resmi segera kembali ke Tanah Air. Jangan menunggu hingga lanjut usia dan sakit-sakitan. Jangan menunggu parah, baru minta diurus pulang," kata Konjen.
Seiring kondisi Halimah yang kian membaik, Tim Pelindungan KJRI mendatangi Pusat Detensi Imigrasi (Tarhil) untuk mengurus exit permit sekaligus menyampaikan permohonan agar Halimah dipulangkan ke Tanah Air.
Namun, pihak Tarhil enggan memenuhi permintaan KJRI untuk menyediakan tiket bagi Halimah meskipun dia berstatus tidak resmi. Sebab dia bukan tahanan Tarhil.
KJRI juga telah menyampaikan permohonan bantuan kepada Direktorat Perlindungan WNI dan instansi terkait (Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Kesehatan) untuk mengatur pemulangan Halimah ke kampung halaman. Selanjutnya dia diupayakan menjalani perawatan lanjutan setibanya di Tanah Air.