REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsep kepemilikan dalam Islam berbeda dengan skema ekonomi konvensional. Di dalam Islam, kaum Muslimin sepakat bahwa apa yang ada di langit dan di bumi ini adalah milik Allah SWT, karena Dialah pencipta segalanya.
"Dari situ kalau kita kaji lebih mendalam memunculkan tiga kepemilikan, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara, kata Ustaz Sulaiman saat menyampaikan kajian di Yuk Ngaji Bekasi bertema "Kepemilikanku karena Akad", belum lama ini.
Menurut dia, kendaraan seperti mobil dan motor adalah contoh kepemilikan individu karena barang tersebut didapatkan dengan membeli atau dihibahkan oleh seseorang. Berbeda dengan kepemilikan umum yang berupa air, listrik, barang tambang, dan hasil laut yang dikelola oleh negara untuk kesejahteraan masyarakat.
Dalam kajian yang diadakan di San9a Coffee Roaster, Bekasi tersebut, fokus pembahasannya adalah pentingnya akad dalam penetapan kepemilikan individu, mengingat kurang perhatiannya masyarakat tentang pentingnya akad.
Nyatanya, dasar dari setiap kepemilikan seseorang tidak lepas dari akad itu sendiri dan menjadikan kepemilikan seseorang itu sah atau tidak. Bahkan menjadikannya sebagai nilai ibadah seseorang di hadapan Allah SWT.
Ketentuan ini berlandaskan QS al- Maidah ayat 1 yang artinya: Hai orang- orang yang beriman, penuhilah akad- akad itu ..." "Karena bukan nikah saja yang perlu pakai akad, tapi kepemilikan individu dalam Islam juga memerlukan akad,"kata Ustaz Sulaiman.
Akad adalah keterkaitan antara ijab dan qabul dalam konteks yang dibenarkan secara syariah, juga mampu memunculkan implikasi pada objek akad.Adapun rukun akad dalam bisnis syariah, ujar Ustaz Sulaiman adalah dua pihak yang akan berakad (al-aqidan), objek akad (al-ma'qud 'alaih), dan redaksi akad (shighat al-'aqad).
Ustaz Sulaiman juga menyebutkan beberapa jenis akad dalam menentukan kepemilikan suatu benda atau harta, yaitu akad jual beli, akad ijarah, akad samsarah, dan akad qard. Salah satu jenis akad yang akrab dengan masyarakat adalah akad jual beli.
Akad jual beli memiliki makna berpindahnya kepemilikan dari penjual kepada pembeli dengan kompensasi menurut konteks syariah. Adapun macam- macam akad jual beli ada lima, yaitu pembayaran secara langsung (cash), pembayaran secara angsuran (kredit), salam, istishna, dan murabahah.
Jual beli dengan akad langsung mungkin sudah tak asing lagi, yaitu transaksi jual beli yang pada saat akad penjual memberikan barang secara langsung dengan kompensasi berupa uang yang diberikan secara langsung pula oleh pembeli. Sedangkan jual beli dengan kredit terjadi ketika barang diserahkan pada akad tapi pembayarannya dilakukan secara berangsur.
"Dalam kredit, pastikan barang yang dijual bukan Ribawi, dan harga sudah disepakati oleh kedua pihak," ujar Ustaz Sulaiman.
Jual beli dengan akad salam, adalah transaksi dimana barang diserahkan setelah pembeli memberikan harga sesuai kesepakatan. Jual beli dengan sistem ini sudah banyak dilakukan, terlebih oleh para penggiat usaha berbasis daring.
Jual beli dengan akad istishnaadalah proses jual beli dengan sistem pemesanan barang sesuai pesanan pembeli, baik bahan baku dari pihak pembeli atau penjualnya langsung. Pada akad jenis ini, pembeli dibebaskan untuk membayar pada akad awal atau saat barang telah tersedia. "Biasanya jual beli ini dilakukan saat calon pengantin memesan baju pada penjahit, di mana bayaran dapat dilakukan di awal atau akhir (saat pakaian telah siap)," kata dia.
Terakhir, jual beli dengan akad mura bahah yaitu menjual sesuatu dengan menyebutkan modal atau harga beli awal yang ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati kedua pihak. Akad jenis murabahah ini biasanya juga berlaku di sebagian bank syariah.