REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Direktur Eksekutif Hak Asasi Manusia Burma (BHRN) Kyaw Win mengatakan Uni Eropa (UE) dapat menargetkan perusahaan-perusahaan Myanmar untuk melemahkan kekuatan pasukan keamanannya.
Menurutnya, tentara Myanmar tidak hanya menargetkan Arakan Muslim, tetapi juga Kristen Kachin, Shan, dan etnis minoritas lainnya untuk melakukan genosida massal. “Pendekatan mendesak diperlukan untuk menghentikan tentara Myanmar. Genosida belum berhenti, terus berlanjut,” kata dia dilansir di Anadolu Agency, Selasa (12/9).
Win mengatakan, sebanyak 500 ribu Muslim terperangkap di Arakan (Rakhine). Mereka diserang setiap hari oleh militer. Sementara ribuan anak, berada dalam bahaya besar karena kekurangan gizi.
Win berencana menjalin komunikasi dengan pejabat negara anggota UE, termasuk dari Inggris, di Brussels. Ia mengatakan BHRN akan menyuarakan beberapa tuntutan.
Win mengatakan, pertama, Uni Eropa harus menyerah mengambil langkah-langkah simbolis. Mereka harus menyoroti beberapa negara anggota UE sedang berusaha bertukar senjata dengan tentara Myanmar.
Win mengatakan tentara di Myanmar mengendalikan kegiatan ekonomi dan industri di negara itu dengan dua perusahaan, Myanmar Economic Cooperation (Kerja Sama Ekonomi Myanmar) dan Union of Myanmar Economic Holdings (Perhimpunan Ekonomi Persatuan Myanmar).
Dia mengatakan tentara dapat membuat kesepakatan dengan Rusia dan Cina melalui perusahaan-perusahaan itu. Karena itu, Win mengatakan, Uni Eropa dapat menargetkan perusahaan-perusahaan itu karena membahayakan militer di Myanmar. Selain itu, ia melanjutkan, BHRN akan meminta Uni Eropa mengajukan gugatan ke Pengadilan Kriminal Internasional.
Seorang aktivis dari negara bagian Rakhine yang enggan disebutkan namanya mengatakan Turki tanpa henti membantu Muslim di Arakan. Karena peran Turki dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Arakan Muslim dapat mengumpulkan lebih banyak dukungan dari komunitas internasional.
“Uni Eropa mendukung proses demokrasi tetapi mereka tidak boleh mengabaikan pembunuhan massal,” kata dia.
Rohingya digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia. Puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012. PBB telah mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak, pemukulan brutal, dan penghilangan yang dilakukan oleh pasukan negara Myanmar. Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan pelanggaran tersebut mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.