REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Laporan Human Rights Watch (HRW) yang dirilis pada Ahad (9/9) mengatakan rumah-rumah Muslim Uighur di wilayah Xinjiang dipasangi kode QR.
“Sejak musim semi 2017, di setiap rumah terdapat kode QR. Kemudian setiap dua hari, atau setiap hari, para kader datang dan memindai kode QR sehingga mereka tahu berapa banyak orang tinggal di sana," kata seorang mantan penduduk Xinjiang kepada HRW.
Dia menambahkan, mereka akan bertanya alasan mereka berada di situ. Di malam hari para kader juga akan memeriksa.
Pihak berwenang mengatakan kode itu, yang menunjukkan rincian masing-masing penduduk ketika dipindai, digunakan untuk membantu mengendalikan populasi. Selain kode QR, mantan penduduk mengatakan pejabat mengumpulkan DNA, sampel suara dan bahkan memaksa orang berjalan bolak-balik di kantor polisi untuk merekam cara berjalan mereka.
“Mereka mengambil sampel DNA dan pemindaian iris mata ketika kami mengajukan paspor. Bagi mereka yang dapat membaca, mereka membaca sesuatu di kertas. Sedangkan mereka yang tidak bisa membaca diminta menyanyikan sebuah lagu atau menceritakan sebuah kisah, dan direkam.
Muslim Uighur tidak dalam posisi untuk berdebat dengan mereka. Sekitar satu juta Muslim Uighur ditahan di “pusat pendidikan politik”. Di tempat itu tahanan dilaporkan dipaksa menolak identitas agama dan etnis mereka dan diharuskan membaca hukum dan kebijakan Cina. Mereka yang menolak mengikuti instruksi kamp dilaporkan tidak diberi makanan, dipaksa berdiri selama 24 jam atau ditempatkan di sel isolasi.
Baca juga: Muslim Uighur Ditahan, AS Pertimbangkan Sanksi Cina
Juru bicara kementerian luar negeri Cina, Geng Shuang mengatakan pemerintah berusaha meningkatkan stabilitas, pembangunan, persatuan dan mata pencaharian. Dan, di saat yang sama juga mengakhiri separatisme etnis dan aktivitas kriminal teroris yang kejam.
Meskipun ia menolak berbicara tentang laporan itu, pejabat itu mengatakan HRW penuh dengan prasangka. Pemerintah Cina membela tindakan keras mereka di wilayah itu dengan mengatakan militan sedang merencanakan serangan di Xinjiang dan dianggap sebagai ancaman serius.
“Pemerintah Cina melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang dalam skala yang tidak terlihat di negara ini dalam beberapa dekade. Kampanye penindasan di Xinjiang adalah ujian kunci apakah PBB dan pemerintah yang peduli akan memberikan sanksi bagi Cina yang semakin kuat untuk mengakhiri pelecehan ini,” kata Direktur Cina di Human Rights Watch Sophie Richardson kepada The Independent.
Baca juga: HRW: Cina Batasi Ibadah Muslim Uighur di Xinjiang