Selasa 11 Sep 2018 10:17 WIB

Muslim Uighur Ditahan, AS Pertimbangkan Sanksi Cina

Pembela HAM mengatakan penahanan massal Uighur adalah pelanggaran HAM terburuk Cina.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ani Nursalikah
Penggembala etnis Uighur di Xinjiang. (Ilustrasi)
Foto: EPA/HOW HWEE YOUNG
Penggembala etnis Uighur di Xinjiang. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Presiden Donald Trump sedang mempertimbangkan sanksi terhadap pejabat senior dan perusahaan Cina. Menurut pejabat Amerika Serikat, hukuman diberikan atas penahanan ratusan ribu etnis Uighur dan minoritas Muslim di kamp pengasingan di Beijing.

Dilansir di The New York Times pada Selasa (11/9), pemerintahan Trump akan memberikan hukuman pertama di bidang ekonomi kepada Cina karena pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Para pejabat Amerika juga berusaha membatasi penjualan teknologi pengawasan Amerika yang digunakan badan-badan keamanan Cina serta perusahaan-perusahaan yang memantau warga Uighur di seluruh wilayah Cina barat laut.

Para pejabat di Gedung Putih dan Departemen Keuangan dan Negara Bagian telah berdiskusi untuk menegur Cina atas perlakuannya terhadap minoritas Muslim selama berbulan-bulan. Akan tetapi, mereka baru memperoleh urgensi dua minggu lalu. Setelah anggota Kongres meminta Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin menjatuhkan sanksi terhadap tujuh pejabat Cina.

Sampai sekarang, Trump menolak keras tindakan Cina itu dan menghukum Cina karena catatan pelanggaran HAM. Bahkan sampai menuduh negara itu melakukan pelanggaran luas. Jika disetujui, hukuman akan memicu kebuntuan yang sudah pahit dengan Beijing atas perdagangan dan tekanan pada program nuklir Korea Utara.

Pada Agustus lalu, panel Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berhadapan dengan para diplomat Cina di Jenewa mengenai penahanan. Kamp Muslim Cina telah menjadi target meningkatnya kritik internasional dan laporan investigasi, termasuk oleh The New York Times.

Baca juga: HRW: Cina Batasi Ibadah Muslim Uighur di Xinjiang

Para pembela HAM dan pakar hukum mengatakan, penahanan massal di wilayah barat laut Xinjiang adalah pelanggaran HAM kolektif terburuk di Cina dalam beberapa dasawarsa. Sejak mengambil alih kekuasaan pada tahun 2012, Presiden Xi Jinping telah mengarahkan Cina pada jalur otoriter yang keras. Termasuk tindakan penindasan yang meningkat terhadap kelompok etnis besar di Tiongkok barat, khususnya orang-orang Uighur dan Tibet.

Sebelumnya pada Ahad (9/9), Human Rights Watch merilis laporan terperinci yang menyimpulkan bahwa pelanggaran itu adalah "lingkup dan skala yang tidak terlihat di Cina sejak Revolusi Kebudayaan 1966-1976." Laporan berdasarkan wawancara dengan 58 mantan penduduk Xinjiang, merekomendasikan negara-negara lain memberlakukan sanksi yang ditargetkan kepada pejabat Cina.

Sanksi berupa menahan visa dan mengontrol ekspor teknologi yang dapat digunakan untuk melakukan pelanggaran tersebut. Setiap sanksi baru dari Amerika akan diumumkan oleh Departemen Keuangan setelah konsultasi dengan pemerintah, termasuk dengan Kongres.

Muslim Cina di kamp-kamp dipaksa untuk menghadiri kelas harian, mencela aspek Islam, mempelajari budaya Cina arus utama, dan berjanji setia kepada Partai Komunis Cina. Beberapa tahanan yang telah dibebaskan menggambarkan penyiksaan oleh petugas keamanan.

Warga Uighur dan pendukung mereka di PBB pada Maret memprotes pengawasan Cina terhadap kelompok etnis di seluruh Cina barat laut. Pejabat Cina telah menyebut proses "transformasi melalui pendidikan" atau "pendidikan kontra-ekstremisme." Akan tetapi, mereka belum mengakui kelompok besar umat Islam sedang ditahan.

Diskusi tentang penahanan massal di Xinjiang menyoroti upaya Amerika pada isu-isu yang menyimpang dari prioritas presiden. Trump jarang membuat pernyataan yang mengkritik pemerintah asing untuk pelanggaran HAM atau kebijakan anti-liberal, dan sebenarnya memuji para pemimpin otoriter, termasuk Xi.

Administrasi Trump telah mengkonfrontasi Cina mengenai masalah ekonomi atas kedua negara berada di tengah perang perdagangan yang berkepanjangan. Akan tetapi, mereka mengatakan sedikit tentang pelanggaran yang merajalela oleh pasukan keamanannya.

“Skalanya - ini sangat besar. Ini melibatkan tidak hanya mengintimidasi orang-orang dalam pidato politik, tetapi juga keinginan untuk menghapus identitas mereka - identitas etnis, identitas agama - dalam skala yang saya tidak yakin telah kita lihat di era modern," ujar Senator Marco Rubio, Republik Florida dalam sebuah wawancara tentang pusat penahanan Muslim.

Baca juga: PBB: Cina Tahan Sejuta Warga Uighur di Fasilitas Rahasia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement