REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengisi kajian bakda zhuhur di Masjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia. Dalam kajian tersebut, Jusuf Kalla menyatakan agar definisi umat tidak dipersempit.
"Saya kemarin berbicara dengan majelis ulama (MUI), jangan mempersempit (definisi) umat ini hanya anggota organisasi Islam saja, semua ketua partai, semua yang bayar zakat, semua umat," ujar JK, Rabu (8/8).
JK mengatakan, definisi umat itu luas dan tidak hanya terpaku pada anggota partai atau organisasi tertentu. Apabila umat didefinisikan dalam arti yang sempit, maka dapat memperkecil umat Islam itu sendiri.
"Umat itu luas, jangan mempersempit umat, mengatakan hanya anggota partai ini, anggota organisasi ini, hanya itu saja umat, itu memperkecil diri sendiri," katanya.
JK menjelaskan, definisi umat mencakup semua orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, orang yang mengerjakan shalat, dan orang yang melaksanakan ibadah puasa.
"Kita salah sendiri, mosok memperkecil diri sendiri, padahal umat itu siapa saja yang membaca syahadat, shalat, puasa itu umat semua, jangan kita mendiskriminatif diri sendiri," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menegaskan sesama umat Islam agar saling menghargai pilihan politik satu sama lain, khususnya menghadapi Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Hal itu disampaikan usai menghadiri rapat pleno Dewan Pertimbangan MUI yang ke-29 bersama JK Kantor MUI Pusat, Jakarta, Senin (6/8). Din mengimbau agar tidak ada penyempitan makna atau reduksi atas pengertian 'Koalisi Keumatan'.
"Tadi banyak dibicarakan agar konsep keumatan itu tidak disempitkan, tidak direduksi hanya kepada sejumlah umat Islam. Umat Islam 220 juta, jangan direduksi menjadi puluhan juta," kata Din.
Din menuturkan tidak semua umat Islam bergabung atau mendukung partai yang bernafaskan Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Umat Islam juga bisa menjadi loyalis partai nasionalis seperti PDI Perjuangan atau Golkar.
"Tidak semua umat Islam berada di partai-partai Islam atau partai-partai berbasis massa Islam. Bahkan, umat menyebar di banyak partai politik, termasuk yang tidak menggunakan nama Islam," kata Din.
Baca juga: Program Keumatan akan Dimasukkan dalam Visi Misi Jokowi