REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa kanak-kanak merupakan periode usia yang butuh perhatian besar dari kedua orang tua. Kasih sayang serta pendekatan dalam mendidik anak turut menentukan perjalanan mereka ke depannya. Apakah mereka menjadi anak yang saleh-salehah atau sebaliknya menjadi anak yang tak taat atas perintah agama.
Usia dini adalah waktu yang sangat tepat bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan sesuai aturan agama. Pendidikan sejak dini diyakini menentukan perkembangan anak selanjutnya.
Ustaz Hari Sanusi dalam kajian di Masjid Daarut Tauhid, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, belum lama ini, menjelaskan tentang bagaimana orang tua harus mendidik anaknya. Menurut dia, cara mendidik akan menentukan perkembangan anak.
Ia mengatakan, orang tua harus mempunyai aturan dan ukuran selama mendidik anak. Mereka wajib memahami prinsip kaidah utama dan penting dalam timbangan syariat. Menurut dia, hal tersebut merupakan kaidah penting dalam hidup. Yang paling utama adalah tauhid, ujar Ustaz Hari.
Ia juga menekankan kepada para orang tua agar memperhatikan shalat anaknya. Shalat dinilai bukan sekadar melaksanakan ibadah tersebut, melainkan bagaimana mengajarkan dan menge nalkan Allah dan Alquran.
Oleh karena itu, kata Ustaz Hari, aturan tersebut penting untuk diterapkan kepada anak dengan cara komunikasi yang baik. Kendati demikian, Ustaz Hari mengakui tidak mudah mendisiplinkan anak dengan berbagai peraturan.
Ustaz Hari menambahkan, sanksi kepada anak dibutuhkan sebagai upaya mendisiplinkan anak. Sebelum itu, dia menjelaskan, orang tua harus memahami terlebih dahulu tentang filosofi sank si itu sendiri. Yang paling utama sebelum memberikan sanksi kepada anak adalah menanamkan disiplin kepada anak, kata Ustaz Hari.
Terkait upaya mendisiplinkan anak, Ustaz Hari menjelaskan, terdapat kuadran parenting, yaitu tuntutan dan responsivitas. Berdasarkan dua pembagian tersebut, terdapat empat cara orang tua mendidik anak atau membangun keluarganya, antara lain, bersikap tidak acuh.
Orang tua tidak memperhatikan apa yang akan dilakukan anak. Ia membebaskan mereka melakukan apa saja. Selain itu, ada orang tua yang menerapkan tuntutan maksimal atau otoriter kepada anak.
Dia mencontohkan, orang tua menentukan kapan ia harus keluar rumah dan kapan harus pulang. Orang tua seperti ini juga cenderung menentukan apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dikerjakan oleh anak.
Berikutnya dari sisi responsivitas ada sikap permisif dari orang tua, yaitu semua erbadiperbolehkan.Lantas, ada juga sikap autoritatif, yakni semuanya harus melaporkan kepada orang tua.Sementara terkait pendekatan parenting terdiri dari pendekatan mengalir dan terdesain, intervensi/ dan pembiaran.
Setiap orang tua harus menyepakati terkait pola pendekatan, kata Ustaz Hari menegaskan.
Kesepakatan tersebut penting untuk disetujui bersama agar proses mendidik anak berjalan baik. Dia menilai, hal ini bukan tentang sesuatu yang paling bagus, melainkan yang paling tepat. Dari kesepakatan tersebut akan menentukan apakah harus menerapkan kelonggaran kepada anak atau otoriter.
"Kalau kita belajar tentang otak, orang lebih cenderung otak kanan, (ia)lebih mengalir dan diberikan kelonggaran. Kalau otak kiri terdesain dan mengintervensi," tuturnya.
Ia mencontohkan orang yang lebih cenderung ke otak kiri seperti ingin menjinakkan kerbau yang selalu diikat.Sedangkan, mereka yang cenderung ke otak kanan seperti seseorang yang mengendalikan kuda. Dia diberi area luas, tapi dengan pembatas.
Akibat ketidaksepakatan orang tua dalam menentukan pendekatan salah satunya membuatnya tak bisa menentukan hal prioritas. Misalnya, orang tua akan mudah mengeluarkan uang untuk pergi jalan-jalan. Namun, ia akan sulit mengeluarkan uang untuk kebutuhan membeli buku anaknya. Itu terjadi karena setiap model orang tua beda cara menentukan prioritas dalam mendidik anak, ujar dia.