REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Sebanyak 14 intelektual muda Muslim asal Indonesia memperoleh fellowship dari Goethe-Institut Indonesien untuk mengikuti 'Life of Muslims in Germany Study Program 2018'. Dengan beasiswa tersebut, ke-14 orang itu memperoleh kesempatan berkunjung ke Jerman selama dua pekan pada 8-21 Juli lalu untuk bertemu dengan masyarakat Muslim dan para pemerhati Muslim di negara tersebut.
Para intelektual muda tersebut berasal dari berbagai macam latar belakang seperti akademisi, entrepreneur, pengacara, dan jurnalis. Mereka diseleksi dari ribuan pelamar yang mengirimkan aplikasinya ke Goethe-Institut, yang dalam hal ini bekerja sama dengan Universitas Paramadina.
Republika menjadi salah satu yang terpilih untuk mengikuti program tersebut. "Dari 7 hingga 21 Juli 2018, para partisipan mengunjungi sejumlah kota seperti Berlin, Hamburg, dan Gottingen untuk mengunjungi berbagai komunitas Muslim serta institusi-institusi yang mempelajari Islam di Jerman," kata Project Manager Life of Muslims in Germany Study Program 2018, Hannes Hasenpatt, dalam siaran persnya.
Baca juga, Pakar: Islam di Jerman Semakin Kuat
Para partisipan tersebut di antaranya berkunjung ke Universitas Freie Berlin, Universitas Gottingen, dan Universitas Hamburg. Selain itu mereka juga mengikuti tur ke Museum of Islamic Art dan Oriental Department of the State Library, serta mengunjungi berbagai komunitas Muslim di Jerman seperti Masjid Al Taqwa Gottingen, Masjid Sehitlik, Masjid Al-Falah, dan Masjid Ibn Rushd Goethe.
Salah satu partisipan, Yul Rachmawati, berpendapat program Life of Muslims in Germany telah memberikan kesempatan baginya untuk mengobservasi secara mendalam kehidupan Islam dan Muslim minoritas di Jerman yang selama ini hanya diketahuinya lewat media. Isu Islamofobia bahkan ia bisa buktikan sendiri ketika berkesempatan belajar Islam di sana.
"Selama dua pekan di sana saya tidak merasakan adanya Islamofobia. Banyak Muslimah berhijab dan mereka menganggapnya biasa sebagai bentuk kebebasan beragama yang bisa dijalankan semua pemeluknya," tutur peneliti lulusan Universitas Gadjah Mada itu.
Peserta lainnya, Luhung Achmad Perguna, mengatakan kunjungan selama dua pekan itu sukses memberinya perspektif baru dalam melihat Islam melalui kacamata minoritas. "Nilai universalitas agama diterapkan sangat baik di sini," kata Luhung.
Baca juga, Media Jerman Promosikan Pariwisata Jawa, Bali, dan Banda
Contoh yang paling terlihat adalah tidak adanya pemeriksaan apakah seseorang memiliki karcis atau tidak ketika menggunakan transportasi umum. "Artinya kejujuran sangat dijunjung tinggi di negara ini," kata dosen Sosiologi Universitas Negeri Malang itu.
Peserta program lainnya, Anisah Budiwati, mengungkapkan berdasarkan eksplorasinya tentang Islam di Jerman ia menjadi tersadarkan bahwa Islam selalu berakulturasi dengan budaya setempat. "Islam di Jerman adalah bagaimana cara Muslim untuk tetap melaksanakan shalat, puasa pada cuaca abnormal, dan tetap istiqomah menjalankannya," kata pengajar dari Universitas Islam Indonesia (UII) itu.
Kegiatan yang sering disingkat LMG ini adalah program yang kedua kalinya diselenggarakan Goethe-Institut Indonesien. Tahun lalu, pada bulan Oktober 2017 sebanyak 14 peserta juga berkesempatan mengunjungi berbagai kota di Jerman.