REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak seluruhnya permohonan jemaat Ahmadiyah atas pasal penodaan agama. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), keputusan MK sudah tepat karena pasal tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan UU 1945.
"Gugatan Ahmadiyah atas pencegahan dan penodaan agama (PNPS) akhirnya ditolak MK, ini tepat," ujar Wakil Ketua Komisi Hukum Perundangan MUI Ikhsan Abdullah melalui siaran pers, Selasa (24/7).
Menurut Ikhsan, Undang-Undang PNPS tahun 1965 sama sekali tidak bertentangan dengan UUD 45. UU PNPS, kata dia, justru diperlukan demi menjaga kebebasan penafsiran yang tidak memperhatikan pokok-pokok ajaran agama dengan mengabaikan metodologi penafsiran yang dipergunakan oleh para ahli dan ajaran agama tersebut.
"Sebaliknya jika permohonan dikabulkan, akan mengundang ketidakjelasan dasar serta keluar dari tujuan diadakanya norma tersebut," ungkap Ikhsan.
Baca juga, Ini Duduk Perkara Insiden Ahmadiyah di Lombok Timur.
UUPNPS, jelas dia, untuk melarang dan mencegah seseorang atau kelompok yang ingin membuat penafsiran sendiri di muka umum dan bahkan meminta dukungan publik. Oleh karena itu, keputusan MK yang menolak gugatan jemaat Ahmadiyah sudah tepat.
"Penafsiran terhadap norma dalam agama tentu harus berbasis pada penafsiran yang diakui kebenarannya oleh para ahli dan penganut agamanya, bukan ditafsirkan bebas oleh masing-masing individu lalu kemudian meminta dukungan umum," kata Ikhsan menerangkan.
Seperti diketahui, MK membacakan putusan pada Senin (23/7) pukul 10:39 WIB. Putusan dibacakan oleh Ketua Mahkamah Dr Anwar Usnan dan dibacakan secara bergantian oleh delapan anggota mahkamah lainya.
Hadir pula dalam sidang putusan tersebut, kuasa hukum Presiden dan kuasa hukum DPR serta para pihak terkait, seperti para kuasa dari LDDI, YLBHI, Komnas Perempuan, dan Majelis Ulama Indonesia yang diwakili oleh dirinya dan Erfandi SH MH serta Hasbullah SH sebagai kuasa hukum MUI.
Permohonan jemaat Ahmadiyah disidangkan pertama kali pada 25 Agustus 2017 lalu. Kemudian, disidangkan sebanyak 13 kali oleh panel mahkamah. "Alhamdulillah, Allah meridhai kami untuk tetap merawat dan menjaga NKRI dengan istrumen hukum, yakni tegaknya UUPNPS tahun 1965 karena bila UU ini diruntuhkan, maka NKRI akan tercabik-cabik dan penghinaan serta penodaan agama makin marak dilakukan oleh orang-orang yang ingin merusak kerukunan dan persatuan umat dalam kerangka NKRI," kata dia.
Terakhir, dia juga menyampaikan terima kasih kepada MK yang telah berperan sebagai Guardian of Constitution (Penjaga Konstitusi).