REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lembaga yang mengukur insiden anti-Muslim di Inggris, Tell Mama menyebut serangan islamofobia di jalanan Inggris mengalami peningkatan. Hal itu dipicu rasa berani pelaku karena adanya berbagai serangan teror dan wacana politik.
Dilansir di The Independent pada Senin (23/7), Tell Mama mengukur insiden anti-Muslim di Inggris mengalami kenaikan 30 persen di jalanan atau meningkat 16 persen dari tahun sebelumnya. Tell Mama mencatat jumlah serangan terhadap Muslim yang terverifikasi sebanyak 1.201 kasus.
Lembaga tersebut menganalisis ada perubahan serangan yang ditandai dengan semakin maraknya insiden langsung, baik secara fisik, vandalisme, dan pelecehan. Hal itu tentu tak lepas dari sebaran kebencian yang terus meluas di media sosial.
Pendiri Tell Mama, Fiyaz Mughal menyebut kejahatan kebencian islamofobia terus meningkat selama enam tahun terakhir. Hal itu berbanding lurus dengan peningkatan tren ketakutan dari Muslim.
“Ini sebagian didorong oleh terorisme, sebagian oleh kelompok-kelompok yang ingin memecah masyarakat. Kita memiliki media sosial dan memiliki politikus yang berusaha menyalahkan para migran,” kata Mughal.
Tell Mama mencatat kenaikan 475 persen dalam serangan anti-Muslim di jalan setelah referendum Uni Eropa pada 2016. Jumlah itu tidak seberapa daripada peningkatan 700 persen dalam seminggu setelah adanya serangan Manchester Arena yang diklaim dilakukan ISIS tahun lalu.
Kasus terorisme bukan penyebab yang mendasari insiden anti-Muslim, tetapi merupakan pemicu terhadap orang-orang dengan prasangka rasial laten yang merasa berani “bertindak” terhadap Muslim.
Salah satu contohnya, serangan terhadap penumpang bus berjilbab usai peristiwa Westminster pada Maret lalu. Perempuan Muslim tersebut mendapat serangan verbal sebagai penganut kepercayaan yang bertanggung jawab atas serangan-serangan terorisme.
Dalam kasus lain, setelah pengeboman Manchester Arena, seorang ahli bedah trauma mengalami pelecehan rasial dan disebut "teroris" saat dalam perjalanan mengobati korban di Salford Royal Hospital. Selain itu, seorang pria Muslim yang bepergian dengan bus untuk menyumbangkan darah pada korban ledakan, juga disebut teroris.
Bahkan, keluar ancaman pembunuhan dari pelaku terhadap Muslim itu. Korban Muslim lainnya dituduh bertanggung jawab langsung dalam serangan Manchester.
Sehari setelah serangan Jembatan London pada Juni lalu, seorang pria meninggalkan bom palsu di luar Masjid Pusat Paisley dengan pesan tulisan tangan yang berbunyi, “Kalian yang berikutnya.”
Tell Mama mengatakan berdasarkan hasil laporan, hampir tiga perempat kekerasan terhadap Muslim terjadi di jalanan. Jenis kekerasan paling banyak berupa perilaku kasar, diikuti serangan fisik, vandalisme, dan diskriminasi. Ruang publik seperti taman dan tempat belanja adalah lokasi paling umum untuk serangan jalanan, kemudian transportasi umum, rumah-rumah penduduk, dan properti pribadi.