REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Dari luar, tak ada kesan bangunan yang terletak di sudut Jalan Feldzeigmeister, Berlin, tersebut adalah sebuah masjid. Namun setelah masuk ke dalam, seorang pengurus masjid meminta kami membuka alas kaki dan menaruhnya di sebuah rak sepatu. Ternyata ruangan di dalam bangunan tersebut cukup besar meskipun jika Indonesia barangkali akan dikategorikan sebagai mushala.
"Assalamualaikum, selamat datang di Masjid Al Falah," sapa seorang pemuda berwajah cerah dengan janggut di dagunya.
Pemuda tersebut adalah Chairman Indonesian Centre for Culture of Wisdom (IWKZ), Muhammad Ihsan Karimi. Karena undang-undang yang berlaku di Jerman tak memperbolehkan pendirian masjid, maka semua masjid di negara tersebut mendaftarkan diri dengan nama lain, termasuk Al Falah yang memakai nama resmi IWKZ.
Berdiri sejak tahun 1984, Al Falah telah aktif memberikan pelayanan terhadap masyarakat Muslim Indonesia di Jerman selama lebih dari 30 tahun. "Masjid ini adalah cikal-bakal dari Perhimpunan Pelajar Muslim Eropa (PPME) yang terbentuk pada tahun 1984 di Belanda," kata Karimi.
Indonesian Centre for Culture of Wisdom (IWKZ).
Awalnya, Al Falah menempati tempat di Melanchthonstr 23. Akan tetapi pada 2007 lalu kontraknya habis sehingga harus pindah ke Feldzeigmeister hingga sekarang. "Alhamdulillah dalam kurun 11 tahun terakhir ini masjid ini meningkat pesat," kata mahasiswa Mechanical Engineering di TU Berlin tersebut.
Saat ini Al Falah menjadi salah satu komunitas Muslim yang signifikan di Kota Berlin. "Selain itu, jumlah jamaah masjid ini juga bertambah, dan kegiatannya juga semakin beragam," ujar pria berusia 28 tahun itu. Karimi mengungkapkan, saat ini jamaah Masjid Al Falah sekitar 600 orang. Bahkan angka ini bertambah menjadi 1.000 orang tiap hari-hari besar seperti Idul Fitri atau Idul Adha. Karena banyak m asyarakat di luar Berlin yang sengaja datang ke satu-satunya masjid milik Indonesia di Berlin tersebut.
Adapun kegiatan-kegiatan yang sering digelar Al Falah di antaranya adalah seminar ilmiah, bimbingan belajar, sampai kursus Bahasa Jerman. "Bahkan banyak juga yang masuk Islam dan menikah di sini," kata Karimi. Hal itu menjadikan suasana Islami di Al Falah benar-benar terlihat.
Selain itu, Al Falah juga kerap menjalin kerja sama dengan masjid-masjid lain di Jerman. Saat ini, diperkirakan terdapat 3.000 masjid di Jerman yang tergabung dalam berbagai macam asosiasi. Al Falah sendiri tergabung dalam sebuah asosiasi masjid di Jerman yang bernama Islamic Federation.
"Dalam asosiasi ini nantinya akan disepakati berbagai macam aturan yang dipakai untuk kepentingan bersama di masjid, misalnya soal penentuan waktu shalat, puasa, dan lain sebagainya," kata Karimi.
Peserta program Life of Muslims in Germany berpose di depan Indonesian Centre for Culture of Wisdom (IWKZ).
Selain memberikan pelayanan terhadap masyarakat Muslim Indonesia, Al Falah dalam beberapa waktu terakhir juga aktif berdiplomasi dengan pemerintah setempat. Menurut Karimi, dua isu utama di Berlin adalah krisis Taman Kanak-kanak (TK) dan krisis tempat tinggal.
Beberapa waktu yang lalu, seorang jamaah Masjid Al Falah juga kesulitan mendapatkan rumah setelah harus keluar dari tempat tinggalnya sekarang. Terkait hal ini, Karimi mengatakan pihaknya sudah berupaya mengusulkan adanya penempatan di bekas-bekas bangunan industri yang kini kosong.
"Namun sejauh ini kami terkendala karena ternyata sesuai konstitusi bekas bangunan industri juga tidak boleh dipergunakan sebagai tempat tinggal," katanya.