Selasa 10 Jul 2018 13:51 WIB

Ummu Hakim Menikah di Tengah Peperangan

Kondisi peperangan tak menghalangi seseorang untuk melakukan ibadah.

Ilustrasi Dakwah Muslimah. (Republika/ Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Dakwah Muslimah. (Republika/ Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —Kondisi peperangan tak menghalangi seseorang untuk melakukan ibadah, termasuk di antaranya melakukan pernikahan. Peristiwa ini pernah dicontohkan oleh salah satu sahabiyah Nabi, Ummu Hakim.

Ia memiliki nama lengkap Ummu Hakim binti al-Harits bin Hisyam bin Mughirah al-Makhzumiyah. Dia adalah putri saudara Abu Jahal, Amru bin Hisyam. Ibunya bernama Fathimah binti al-Walid, saudara sepupu Khalid bin Walid.

Pada zaman jahiliyah, Amru bin Hisyam menikahkan anaknya dengan putra pamannya, Ikrimah bin Abu Jahal. Ummu Hakim dan suaminya menjadi salah satu musuh Allah yang dicari. Mereka aktif berperang melawan pasukan kaum Muslimin.

Pada peristiwa penaklukan Kota Makkah (Fathu Makkah), kaum Muslimin berhasil mengalahkan musuh-musuh Allah. Rasulullah mengumumkan agar membunuh Ikrimah. Mendengar hal itu, ia pun ketakutan dan melarikan diri.

Ketika manusia masuk Islam secara berbondong-bondong, al-Harits dan Ummu Hakim ikut di dalamnya. Mereka berbaiat kepada Rasulullah dan merasakan iman begitu menggelora. Ia ingin suaminya ikut merasakan nikmat tersebut.

Ummu Hakim kemudian menemui Rasulullah. Ia meminta jaminan keamanan bagi Ikrimah jika suaminya itu masuk Islam. Rasulullah menyanggupi permintaannya.

Ummu Hakim mengejar suaminya dengan harapan dapat menemukannya sebelum kapal berlayar. Ia membawa bekal yang sangat minim. Namun, ia akhirnya dapat bertemu sang suami di pesisir Pantai Tahamah.

Ketika Ummu Hakim datang, ia melihat suaminya telah naik ke atas kapal hendak berlayar. Ia lalu memanggil Ikrimah, "Wahai suamiku, aku telah datang dari manusia yang terbaik dan termulia. Jangan kau hancurkan dirimu sendiri. Aku telah meminta padanya jaminan keamanan untukmu. Kemudian beliau telah memberikan jaminan."

"Benarkah kau telah melakukan hal itu?" tanya Ikrimah.

"Benar," jawab dia.

Ia menceritakan betapa mulia akhlak Rasulullah yang dilihat selama ini. Ia ingin suaminya masuk Islam. Ikrimah menerima panggilan tersebut. Mereka pun kembali ke Makkah dan menjadi sepasang Muslim.

Seperti gigihnya ia berperang selama ini, Ikrimah juga tak gentar ketika bergabung dalam barisan kaum Muslimin. Ia ikut dalam pertempuran dan gugur dalam perang di daerah Ajnadin.Ummu Hakim menjalani masa iddah selama empat bulan 10 hari. 

Setelah masa iddahnya selesai, di tempat yang luas dan subur, di daerah ash-Shafr, Khalid bin Ash meminang Ummu Hakim. Ummu Hakim berkata, "Sebaiknya engkau menunda pernikahan ini sampai Allah mencerai-beraikan pasukan musuh."

Kalimat ini dijawab oleh Khalid, "Aku merasa akan mendapatkan syahid di tengah-tengah pasukan musuh."

Mendengar itu, Ummu Hakim akhirnya menerima pinangan Khalid. Mereka menikah dengan mahar empat ratus dinar uang emas. Pernikahan keduanya dilakukan di atas sebuah jembatan, di daerah ash-Shafr. Jembatan ini kemudian dikenal dengan nama Jembatan Ummu Hakim. Mereka juga mengadakan pesta dengan menjamu sahabat-sahabatnya.

Belum lagi habis jamuan makan, pasukan Romawi telah selesai menyusun pasukan perang. Khalid maju bertarung satu lawan satu. Kemudian, dia berperang melawan musuh sampai akhirnya mati syahid dalam pertarungan itu.

Ummu Hakim mengencangkan bajunya. Ia bersiap-siap bertarung melawan musuh. Pasukan kaum Muslimin berperang habis-habisan dalam pertempuran yang sengit di sebuah sungai. Perempuan itu mengumpulkan banyak pedang. Ia berhasil membunuh tujuh orang pasukan musuh dengan tiang tenda yang mereka pakai untuk pesta pernikahan.

Setelah peperangan usai, Ummu Hakim menikah dengan Umar bin Khattab. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Fatimah binti Umar bin Khattab. 

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement