REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren se-Indonesia (MP3I) menggelar pertemuan (halaqah) di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Ahad (1/7). Kegiatan yang diselenggarakan atas kerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), PT Pegadaian (Persero), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pihak lainnya ini mengusung tema 'Urgensi Keuangan Syariah untuk Pemberdayaan Ekonomi Ummat.'
Ketua Majelis Pembina MP3I, Salahuddin Wahid dalam sambutannya menyampaikan, ekonomi Syariah di Indonesia sudah dimulai sejak 1991, yang ditandai dengan lahirnya Bank Muamalat. Ekonomi syariah di Indonesia pun terus berkembang, sehingga lahir lah Bank Perkereditan Rakyat (BPR) Syariah, Baitul Mal Wattamwil (BMT), perbankan syariah, hingga pegadaian syariah.
"Sekarang juga banyak pesantren yang mendirikan usaha. Contoh kecilnya koperasi untuk mendirikan kebutuhan pesantren. Ini menunjukan bahwa ekonomi umat Islam terus mengalami peningkatan," kata pria yang akrab disapa Gus Sholah tersebut.
Gus Sholah pun berharap ekonomi umat tersebut bisa terus dikembangkan. Salah satu yang dianggap mampu mengembangkan ekonomi umat tersebut adalah pesantren. Oleh karena itu, Bank Indonesia dan OJK terus mendorong dan membina pesantren-pesantren untuk bisa terlibat dalam kegiatan pemberdayaan ekonomi umat.
Sayangnya, kata Gus Sholah, sampai saat ini ekonomi umat baru menyentuh kegiatan-kegiatan yang sifatnya perdagangan. Artinya, ekonomi umat yang terus dikembangkan pesantren-pesantren itu belum menyentuh hal yang sifatnya bertindak menjadi produsen.
Gus Sholah juga mengingatkan, ekonomi di Indonesia saat ini dikuasai oleh pihak-pihak tertentu, yang di dalamnya masih sangat minim sekali orang Muslim. Akibatnya, masyarakat kecil-kecil yang sebagian besar umat Muslim ini belum bisa mendapatkan kesempatan yang sebaik-baiknya dalam perekonomian di negeri ini.