REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyidin Junaidi menanggapi isu kunjungan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ke Israel yang saat ini ramai diperbincangkan. Menurut dia, kunjungan tersebut tidak perlu dilakukan karena hal itu secara etika diplomasi, politik dan agama sangat bertentangan.
"Apalagi kunjungan yang dibalut dengan ornamen budaya dilakukan saat ratusan warga Palestina dibunuh secara biadab oleh tentara Israel," ujar Muhyidin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/6).
Menurut dia, jika kunjungan itu tetap dilakukan maka akan menabrak rambu konstitusi dan akan merusak citra Indonesia dan mengganggu hubungan Indonesia dengan Palestina dan bangsa Arab.
Menurut dia, kesepakatan extra ordinary summit OKI di Jakarta tentang penyelamatan Alquds Syarif secara gamblang dinafikan dan diabaikan.
"MUI minta agar yang bersangkutan diberikan sanksi moral dan sebagainya dan administratif karena telah melakukan moral hazard yang sangat berbahaya bagi perjuangan bangsa Palestina," ucapnya.
Muhyidin menjelaskan, alasan kunjungan yang disampaikan untuk mengubah konflik menjadi kerja sama adalah slogan yang absurd dan usang. Karena, Israel menjadikannya sebagai trap untuk merayu pihak-pihak tertentu untuk menjadi mitranya guna memperbaiki citra negara Yahudi di dunia International.
"Kunjungan tersebut sangat melukai perasaan umat Islam. Indonesia dan masyarakat dunia yang cinta damai," kata Muhyidin.
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas menegaskan tidak ada kerja sama antara NU dan Israel. Hal ini disampaikan menyusul tersebarnya undangan dari salah satu kampus di Israel untuk PBNU yang viral di media sosial.
"Tidak ada kerja sama NU dengan Israel. Sekali lagi ditegaskan, tidak ada jalinan kerja sama program atau kelembagaan antara NU dengan Israel," ujar Robikin dalam keterangan persnya yang diterima Republika.co.id.
Perwakilan NU yang diundang Israel itu adalah Khatib Aam Syuriah PBNU, Yahya Cholil Staquf. Namun, menurut dia, kehadiran Gus Yahya ke Israel bukan kapasitas sebagai Khatib Aam PBNU, apalagi mewakili PBNU.
"Saya yakin kehadiran Gus Yahya tersebut untuk memberi dukungan dan menegaskan kepada dunia, khususnya Israel bahwa Palestina adalah negara merdeka. Bukan sebaliknya," ucapnya.
Dia menuturkan, setiap insan yang mencintai perdamaian pasti mendambakan penyesesaian menyeluruh dan tuntas atas konflik Israel-Palestina. Namun, menurut dia, konflik Israel-Palestina tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal, sehingga diperlukan semacam gagasan out of the book yang memberi harapan perdamaian bagi seluruh pihak secara adil.