Selasa 05 Jun 2018 07:49 WIB

Nasihat untuk Para Pencari Ilmu

Maksiat dalam menuntut ilmu berkaitan dengan perilaku sosial yang merugikan.

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Agung Sasongko
Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)
Foto: Wordpress.com
Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelajar memiliki semangat untuk membaca buku, menghafal dan memahami kaidah, perkataan ulama, hadis, dan ayat Alquran.Semua kegiatan tersebut dilaksanakan rutin setiap hari. Semakin hari semakin banyak buku yang dibaca.

Setiap hari, para pelajar mendengarkan penjelasan guru, membaca tanda- tanda perubahan alam, meneliti dinamika sosial, dan banyak lagi. Namun, ada saja pelajar yang kurang dipahami, meski guru sudah menerangkan pelajaran dengan detail.

Meski si murid berkali-kali membaca dan mencoba menghafalkan ayat Alquran, ayat-ayat Ilahi tak juga tersimpan dalam memorinya. Ada apa?

Syekh Azzarnuji dalam kitab Ta'limul Muta'allim menuliskan syair. Isinya tentang kisah alim rujukan fikih Imam Syafi'i. Suatu ketika dia mengeluh kepada salah seorang gurunya, Imam Waqi'tentang buruknya hafalan dan pemahaman pelajaran. Apa kata sang guru?

"Fa arsyadani ila tarkil ma'ashi," tulis Zarnuji dalam syair. Artinya, sang guru menasihati Syafi'i untuk meninggalkan maksiat.

photo
Infografis Keutamaan Ilmu

Maksiat dalam menuntut ilmu berkaitan dengan perilaku sosial yang merugikan orang lain. Terkadang hal itu tak sengaja dilakukan atau memang sengaja dengan niatan, bahkan direncanakan.Contohnya adalah mengambil barang orang lain: memakai sandal teman tanpa izin, sehingga merasa dirugikan. Ada juga yang mencuri pakaian atau buah- buahan milik sekolah atau pesantren.

Maksiat dalam belajar juga termasuk menggunjingkan guru, bahkan menjelek-jelekkannya. Hal satu ini harus menjadi sorotan. Jika ini yang terjadi, maka murid sudah memendam kebencian terhadap sang guru. Bagaimana mungkin murid tersebut menyerap pengetahuan yang disampaikan gurunya?

Meski pun guru sudah menerangkan dengan berbagai cara, murid yang penuh kebencian tadi pasti tak akan menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Hatinya tertutup. Ego si murid meninggi, bahkan, nauzubillah, dia merasa lebih hebat dari sang guru.

Kalau mau mudah belajar, sifat-sifat tercela itu harus ditinggalkan. Meski sudah ada sedikit pengetahuan, misalkan, tentang sosiologi, seseorang tetap harus mendengarkan penjelasan guru atau dosen yang mengajarkan bidang itu.

Jika orang sombong dengan kemampuan yang dimiliki, maka sifat yang hanya layak untuk Allah itu akan mengikis ilmu dan keberadaannya. Lambat laun orang tersebut akan tenggelam dan tak dianggap keberadaannya.

Terima dan pahami apa yang dijelaskan sebaik mungkin. Ibaratkan diri seperti gelas kosong, sehingga ketika dituangkan air akan menampungnya. Penjelasan guru akan diserap sebagai nutrisi hati yang mencerahkan dan menenangkan.

Syair itu berlanjut dengan pemberitahuan kepada Imam Syafi'i, bahwa ilmu adalah cahaya yang menerangi seluruh relung hati. Dia menjadi energi yang menggerakkan organ tubuh berbuat kebaikan.

Wa nurullah la yuhda lil `ashi. Allah tidak akan memberikan ilmunya kepada ahli maksiat. Dosa yang mengotori diri menjauhkan ilmu. Semakin banyak dosa menempel di hati, semakin jauh diri dari cahaya Ilahi.

Akhlak

Syekh Azzarnuji dalam kitabnya menasihati para penuntut ilmu untuk menjaga diri. Akhlak harus betul-betul dijaga. Adab dalam menuntut ilmu harus diperhatikan: bagaimana berperilaku kepada sesama teman, ustaz, dan masyarakat.

Sikap saling menghormati adalah salah satu kunci kesuksesan menuntut ilmu. Guru sebagai pengajar harus membimbing muridnya kepada kebaikan.Dan murid wajib menghormati gurunya sebagai bentuk kecintaan kepada ilmu pengetahuan (syu'batul ustaz).

Menuntut ilmu juga membutuhkan proses. Memahami fikih misalkan, tak bisa dilakukan dalam waktu satu malam. Butuh waktu untuk mendalami gagasan ilmu tersebut sebagaimana dikembangkan para ulama. Butuh analisis juga bagaimana praktik fikih di sejumlah tempat.

Ada kesabaran dan konsistensi yang dibutuhkan dalam menuntut ilmu. Tanpa itu, pencari ilmu akan setengah hati menjalankan kewajibannya. Dia tidak memahami ilmu yang didapat secara komprehensif dan rawan salah memahami permasalahan.

Akhlak kepada Sang Pencipta juga tak boleh dilupakan. Setelah berusaha sekuat tenaga dalam bentuk belajar:membaca buku dan mendengarkan nasihat guru, seorang murid harus bermunajat, memohon kepada al-`Alim agar diberikan ilmu dan pemahaman.

Doa adalah bagian yang tak terpisahkan dari menuntuk ilmu. Selain melaksanakan ibadah wajib, murid juga perlu mengamalkan yang sunnah sehingga hatinya tak pernah sepi dari menyebut nama Allah.

Pada akhirnya, Allah yang menentukan hasil usaha. Murid akan mendapatkan ilmu. Bekal kehidupan itu akan disebarluaskan ke banyak orang, sehingga memperbaiki keadaan: mengangkat derajat kehidupan, menyejahterakan masyarakat, dan menciptakan rasa keadilan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement