Rabu 23 May 2018 14:24 WIB

Mengubah Opini Negatif tentang Cadar

Eksperimen Sosial ini untuk membuktikan bahwa Islam tidak terkait dengan terorisme.

Sosial eksperimen wanita bercadar di depan salah satu pusat perbelanjaan Kota Sukabumi mendapatkan respon positif dari warga Selasa (22/5) sore.
Foto: Republika/Riga Nurul Iman
Sosial eksperimen wanita bercadar di depan salah satu pusat perbelanjaan Kota Sukabumi mendapatkan respon positif dari warga Selasa (22/5) sore.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kiki Sakinah

 

JAKARTA -- Video eksperimen sosial berjudul Ada Apa Dengan Cadar (AADC) yang dibuat Ahmad Zaki Ali viral di media sosial. Dalam video tersebut, terdapat perempuan mengenakan cadar dan lelaki mengenakan celana cingkrang dan berjanggut. Mereka memegang kertas bertuliskan "Peluk Saya Jika Anda Merasa Aman Dengan Keberadaan Saya".

 

photo
Video Ada Apa Dengan Cadar di jejaring video Youtube

Eksperimen tersebut memperlihatkan respons yang baik dari orang yang lalu lalang di depan mereka dan lantas memeluk mereka. Video tersebut juga mendapat respon yang baik dan membuat banyak netizen terharu. Video eksperimen ini dibuat karena mereka yang berpakaian cadar dan celana cingkrang merasa tidak nyaman, karena stigma yang menyamakan pakaian mereka dengan ciri-ciri teroris. Stigma demikian muncul setelah serangkaian insiden pengeboman yang terjadi di Surabaya dan Riau.

Penggagas sosial eksperimen Ada Apa Dengan Cadar (AADC), Ahmad Zaki Ali, mengatakan inisiatif tersebut lahir darinya dan teman-temannya. Ia mengatakan, insiden pengeboman yang terjadi di Surabaya dan Riau secara langsung telah membawa dampak Islamofobia ke masyarakat.

Pasca beberapa insiden pengeboman itu, Muslimah yang bercadar langsung mendapatkan reaksi. Pada salah satu kasus, ia mengatakan bahkan ada tukang ojek yang sampai menolak dan membatalkan pesanan dari Muslimah bercadar lantaran ia takut dituduh macam-macam.

Dengan beberapa fakta pandangan negatif terhadap Muslimah bercadar itulah, kata dia, Islamofobia telah sampai ke masyarakat. Tidak menutup kemungkinan, menurutnya, hal itu adalah harapan dari agenda-agenda terorisme di Indonesia. Sehingga, masyarakat menjadi takut terhadap Muslimah bercadar dan yang mengenakan jilbab panjang atau mereka yang berpakaian syar'i.

photo
Cadar

"Ini akhirnya mendorong kami mencari solusi untuk meredam situasi dan lahirlah gagasan sosial eksperimen ini. Tujuannya mencounter opini negatif tentang hijab cadar dan mereduksi Islamofobia di masyarakat," kata Ahmad, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (23/5).

Ahmad mengatakan, ia belajar dari kasus di luar negeri yang pernah melakukan sosial eksperimen serupa, seperti di Paris (Prancis) dan Inggris. Dalam gerakan sosial eksperiman itu, mereka bertujuan untuk membuktikan bahwa Islam tidak terkait dengan terorisme.

Di samping itu, ia mengatakan bahwa tindakan kriminal tidak bisa dikaitkan dengan agama. Meskipun, saat terjadi pengeboman terdapat sosok bercadar yang menjadi aktor pelaku utama. Karena insiden seperti inilah, menurutnya, masyarakat menjadi tidak cerdas dengan menyalahkan simbol yang dikenakan seseorang dan bukan justru terhadap sosok pelakunya.

"Sebagian digeneralisir, akhirnya menyudutkan semua orang Islam sebagai bagian dari terorisme. Karena itulah, kita ingin mengedukasi masyarakat supaya cerdas. Karena itu jadi tidak adil dengan menyalahkan cadar," lanjutnya.

photo
Sosial eksperimen wanita bercadar di depan salah satu pusat perbelanjaan Kota Sukabumi mendapatkan respon positif dari warga Selasa (22/5) sore.

Tidak hanya di Jakarta, gerakan sosial eksperimen AADC ini juga telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia. Ahmad mengatakan, gerakan serupa juga dilakukan di Lampung, Bandung, Cirebon, Sukabumi, Surabaya, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Bali. Sementara itu, ia mengatakan masih ada beberapa kota seperti Medan yang juga berencana untuk melakukan gerakan serupa. Meskipun, gerakan di sejumlah kota lainnya itu tidak dikoordinir oleh Ahmad.

Upaya membangun stigma positif tersebut tidak hanya mereka lakukan dengan gerakan sosial eksperimen. Ahmad mengatakan, adapula rekan-rekan Muslim dan Muslimah lainnya yang membagikan takjil, jilbab, menyebarkan brosur, dan yang lainnya, guna membantu mengubah citra bahwa Islam bukanlah teroris.

"Alhamdulillah. Jutaan orang menonton video ini. Kami ingin menunjukkan bahwa Islam agama yang damai dan cinta perdamaian," ujarnya.

Ahmad memiliki pandangannya sendiri tentang cadar. Menurutnya, mengenakan cadar adalah pilihan bagi Muslimah. Meskipun, beberapa ulama ada yang mengatakan cadar wajib dan adapula yang berpendapat itu sunah.

"Saya pribadi berpendapat tidak memaksakan perempuan untuk bercadar, tapi memang jauh lebih aman dan nyaman jika Muslimah mengenakan cadar. Sebagaimana halnya perintah jilbab turun agar wanita merasa aman," tambahnya.

Hak

Wakil Sekjen PBNU, Masduki Baidlowi, mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mengenakan pakaian yang sesuai dengan selera mereka. Termasuk, mengenakan cadar atau celana cingkrang. Apalagi bagi seorang Muslim, yang diwajibkan memakai pakaian yang menutupi aurat sesuai yang diajarkan Rasulullah.

Dalam hal ini, ia mengatakan bahwa ciri-ciri dari pakaian adalah bagian budaya masyarakat. Sementara itu, menurutnya, pakaian yang menutup aurat model cadar sebenarnya bukanlah kebudayaan Indonesia, melainkan bagian budaya di Timur Tengah pada umumnya. Masduki mengatakan, bahwa cadar adalah bagian dari budaya Arab dan bukan agama. Karena agama pada dasarnya yang terpenting adalah menutup aurat.

photo
Wanita bercadar (ilustrasi)

Sementara itu, aurat sendiri banyak diperdebatkan. Ia mengatakan, banyak yang berpendapat bahwa wajah bukanlah aurat dan karenanya tidak wajib ditutupi. Sehingga, banyak Muslimah yang mengenakan jilbab dengan hanya menutupi kepala, sedangkan wajah tidak ditutupi.

"Sehingga jika kemudian timbul stigma, tentu saja tidak identik orang bercadar atau cingkrang itu adalah teroris. Atas nama PBNU saya menegaskan, marilah semua jangan berprasangka atau menstigma orang yang berpakaian apapun dihubungkan dengan peristiwa tertentu. Misalnya, peristiwa teror atau bom," kata Masduki, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (23/5).

Masduki menegaskan, bahwa Muslimah yang mengenakan cadar ataupun lelaki yang mengenakan celana cingkrang tidak boleh lantas diidentikkan dengan teroris. Walaupun, pelaku yang melakukan pengeboman memakai cadar atau pakaian tertentu.

Dalam hal ini, menurutnya, ajaran Islam tidak boleh mempersangka-jelekkan terhadap orang lain atas sesuatu karena adanya sebuah peristiwa. Namun, Masduki menekankan bahwa pakaian adalah ciri dan identitas sebuah bangsa.

Ia menuturkan, agama berbeda dengan budaya. Menurutnya, budaya sifatnya mendukung terhadap agama. Misalnya, shalat dan menutup aurat merupakan kewajiban. Namun, pakaian yang dikenakan umumnya sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Yang terpenting, kata dia, mengenakan pakaian adat namun tetap menutup aurat.

"Kami di PBNU akan sangat menghargai terhadap pakaian adat yang penting menutup aurat," tambahnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement