REPUBLIKA.CO.ID, CILEGON -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan tokoh yang mampu mempersatukan Afghanistan. Jokowi, kata dia, memberikan perhatiannya untuk menciptakan perdamaian di negara yang telah berkonflik selama 40 tahun itu.
"Saudi, Amerika, OKI tidak berhasil mendamaikan. Padahal seluruh Afghanistan Muslim mazhabnya cuma satu hanafi, sukunya cuma 7. Karena tidak ada tokoh yang menyatukan. Ternyata yang bisa menyatukan Presiden Indonesia," ujar Ma'ruf Amin di Yayasan Al-Khairiyah Citangkil, Cilegon, Banten, Jumat (11/5).
Pembahasan upaya perdamaian Afghanistan ini telah digelar antara ulama-ulama Indonesia, Pakistan, dan juga Afghanistan, Jumat pagi di Istana Kepresidenan Bogor. Ma'ruf pun berharap, upaya ini dapat mendorong terciptanya perdamaian di Afghanistan.
Menurut dia, Indonesia ditunjuk menjadi fasilitator dan mediator pembahasan perdamaian Afghanistan lantaran dinilai sebagai negara yang penuh toleransi di tengah masyarakat yang majemuk.
"Walaupun tingkat kemajemukannya tinggi, agamanya banyak, etnisnya banyak, aliran organisasi Islamnya ada 78, ada yang keras, ada yang lunak untung ada MUI," ucapnya.
Sementara itu, dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan persatuan dan toleransi di Indonesia selalu menjadi contoh bagi negara lain. Karena itu, saat Presiden Afghanistan Ashraf Ghani meminta Indonesia untuk menjadi mediator perdamaian, Presiden Jokowi langsung menyanggupinya.
"Ini adalah pertemuan terbuka supaya internasional tahu ini adalah inisiatif kita. Ulama Indonesia, Pakistan, Afghanistan berkumpul di dalam satu ruang membicarakan agar kelompok yang bertikai mau berdamai," kata Jokowi.
Pertikaian dan perang di Afghanistan disebutnya justru merugikan masyarakat, terutama perempuan dan anak-anak dalam mengakses pendidikan dan lain-lain. Selain itu, lanjutnya, peperangan yang terjadi antarkelompok di Afghanistan membuat negara tersebut tak dapat berkembang dan sejahtera.
"Karena Afghanistan itu negara kaya raya, deposit emasnya dan gas terbesar di dunia. Tapi ga bisa dieksplorasi," ucapnya.
Presiden Joko Widodo mengunjungi Afghanistan pada awal tahun lalu. Kunjungan itu merupakan balasan dari kedatangan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani pada April 2017.