REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kesadaran masyarakat muslim untuk menggunakan perbankan syariah hingga saat ini masih kurang. Sehingga, penetrasi perbankan syariah pun masih jauh dibandingkan konvensional.
Menurut Pakar Ekonomi Islam Universitas Padjajaran (Unpad), Cupian, keberadaan perbankan syariah belum terlalu meluas di Indonesia. Padahal, hampir 80 persen penduduk di Indonesia adalah muslim. Ia melihat, selama ini fakta yang ada di masyarakat kajian-kajian keislaman yang intensif atau tematik jarang yang menganggkat materi muamalah.
"Ini kesalahan konsep dakwah yang ada saat ini. Muamalah tak pernah diangkat karena menganggap ekonomi bisa dilakukan tanpa terikat syariah," ujar Cupian kepada wartawan usai acara Diskusi Panel Inklusifitas Lembaga Keuangan Islam untuk Mengangkat Ketimpangan Sosial di Unpad, Rabu (25/4).
Menurut Cupian, melihat kondisi ini akademisi di Unpad memiliki ide untuk membentuk dan mempersiapkan dai-dai. Akademisi dan praktisi tersebut, terhimpun falam forum ekonomi dan bisnis syariah (Foradbi). "Kami sudah menyiapkan dai khusus muamalah. Mereka khusus mendakwahi terkait praktik muamalah," katanya.
Semua dai tersebut, nantinya akan menjelaskan pada masyarakat tentang hukum bagaimana muamalah di Islam dan akad-akadnya seperti apa. Karena selama ini, kalau disurvei ke masyarakat jarang yang tahu saat bagaimana konsep bermuamalah yang sesuai syariah.
"Akad dan transksi syariah di level masyarakat itu banyak yang tak tahu. Makanya, perlu sosialisasi terus untuk menggenjot penetrasinya," katanya.
Cupian mengatakan, Foradbi sudah mulai mematangkan konsep ini. Semua sudah bergerak dengan menggandeng dai-dai yang ada pesantren. Ini korelasinya, dengan menggerakkan potensi umat Islam di Indonesia agar berniaga secara syariah karena kita kalah dengan Malaysia.
"Malaysia bisa meraih pangsa pasar syariah yang cukup besar karena ada political will. Pemerintahnya, menetapkan dana-dana mereka di bank syariah. Kalau kita kan porsi dana pemerintahnya masih kecil," katanya.
Cupian mencontohkan, pay rol gaji yang ada di pemerintahan atau swasta saat ini bank syariah belum menjadi pilihan utama. Hal ini menunjukkan, pemerintah belum terlalu berpihak walaupun saat ini ada komite nasional keuangan syariah tapi praktiknya belum kelihatan. "Penetrasi perbankan syariah ini bertahap dan perlu dukungan dari masyarakat," katanya.
Cupian menilai, partisipasimasyarakat terhadap perbankan syariah ini ada tiga. Pertama, muslim yang murni ingin menggunakan bank syariah tapi porsinya sedikit. Kedua, masyarakatyang rasional masih menimbang-nimbang bagi hasil dan bunga. Ini, sangat besar porsinya. "Ketiga, masyarakat yang ikut-ikutan karena dikantornya pay roll pakai bank syariah," katanya.
MenurutArea Ritel Manajer BSM Regional Officer 4 Jawa 1, Siti Syafriah, dari pengalaman pihaknya yang sudah berkelana selama ini, pengetahuan terkait bank syariah di masyarakat memang belum menyeluruh. Jadi, memang butuh sosok seperti dai untuk meningkatkan kesadaran di masyarakat. Karena, pemahaman masyarkata terkait perbankan saja belum benar. Misalnya, untuk menyimpan uang masyarakat di remote area masih banyak yang penuh kecurigaan.
Hal itu terjadi, saat banknya ditunjuk untuk pembayaran pembebasan lahan. Masyarakat tersebut, berbondong-bondong menarik tunai. "Kalau kami melakukan literasi keuangan pun, belum tentu bisa langsung diterima. Belum tentu kita dipercaya. Dengan tokoh agama, akan efektif memang harus dihadrikan figure itu. Karena rata-rata muslim ya memang harus dai yang menjelaskan," katanya.
Siti mencontohkan, saat menjelaskan tentang produk menyicil emas tak semua masyarakat nerima itu karena ada yang menganggap riba. Hal ini, yang bisa memberikan pemahaman adalah sosok yang paham agama.