Rabu 11 Apr 2018 19:45 WIB

Menuntut Ilmu Karena Allah

Pada masa itu kondisi kehidupan kaum Muslim dibagi menjadi dua fase.

Mengingat Allah Ilustrasi.
Foto: ANTARA FOTO/Jojon
Mengingat Allah Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, Tradisi menuntut ilmu agama di kalangan umat Islam telah berlangsung sejak zaman Ra sulul lah SAW. Pada masa itu kondisi kehidupan kaum Muslim dibagi menjadi dua fase. Yang pertama disebut fase Ma kah (dari 610–622 Masehi), sedangkan yang satunya lagi dinamakan fase Madinah (dari 622– 632 Masehi).

Selama fase Makkah, situasi yang dihadapi Nabi SAW dan peng ikutnya tidaklah mudah. Banyak sekali tantangan dan ujian yang mendera kaum Muslim generasi awal pada waktu itu. Para sahabat yang hendak belajar ilmu agama dari Rasulullah SAW pun biasanya bakal menghadapi dua risiko. Risiko yang pertama ada lah diinterogasi dengan cara-cara yang kasar oleh kaum kafir Mak kah. Sementara, risiko yang lain nya adalah dieksekusi hingga ber ujung pada kematian di ta ngan musuh-musuh Allah.

Di antara pengikut Nabi SAW yang dieksekusi mati oleh kelompok kafir Makkah itu adalah Ya sir bin Amir dan Sumayyah binti Khayyath RA. Mereka berdua adalah sepasang suami istri yang juga orang tua kandung dari sa ha bat Rasulullah yang bernama Ammar bin Yasir RA. Sebelum me ning gal, Yasir dan Sumayyah sem pat disiksa dengan amat ke jam oleh penduduk kafir Makkah.

Yang menarik, keadaan yang sa ngat sulit seperti itu ternyata sama se kali tidak menyurutkan semangat para sahabat lainnya untuk terus menimba ilmu-ilmu Islam dari Nabi SAW. Bah kan, di tengah tekanan kelompok kafir Makkah yang begitu kuat terha dap umat Islam ketika itu, se orang pe muda Muslim bernama al-Ar qam bin Abil Arqam rela me wa kafkan rumahnya untuk di guna kan sebagai tempat pengajaran ilmu agama oleh Rasulul lah SAW.

Dari 40 orang alumni madra sah Nabi SAW di rumah al-Ar qam itu, semuanya menjadi orang-orang yang sukses kemudian hari. Mereka dan keturunan mereka berhasil mengembangkan syiar Islam ke seluruh pen juru dunia dalam waktu sangat sing kat. Mulai dari negeri Syam, Afri ka Utara, Cina, Nusantara, hing ga sampai pula ke Eropa (Anda lusia).

"Pada zaman itu setiap orang yang mengikuti majelis ilmu Nabi SAW mampu mengubah lawan menjadi ka wan. Ironisnya, hari ini tidak sedikit orang yang meng ikuti majelis ilmu justru malah mengubah kawan men jadi 'la wan'. Kondisi ini tentunya ha rus menjadi evaluasi kita bersama sebagai kaum Muslim," ujar Us taz Adi Hidayat dalam kajian Islam yang digelar di Masjid al- Azhar Jaka Permai, Bekasi Selatan, Jawa Barat, belum lama ini.

Dia menuturkan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh setiap orang yang hendak me nuntut ilmu agama. Yang per tama, ia harus me luruskan niat nya semata-mata karena Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang menyiapkan diri nya menempuh jalan untuk menggali ilmu pengetahuan, sekalipun se dikit, setiap langkahnya dihitung oleh Allah untuk meringankannya menuju surga," (HR Ibnu Ma jah Nomor 223).

Ustaz Adi mengungkapkan, pada zaman dahulu ada seorang laki-laki yang gemar bermaksiat. Dia bahkan te lah membunuh se ratus orang se lama hidupnya. Na mun, pada satu ke tika, orang itu tersadar dan ingin ber tobat. De ngan niat yang mantap, laki-laki itu kemudian memutuskan untuk menuntut ilmu agama dari se orang ulama yang berada jauh da ri daerah tempat tinggalnya.

Selama berada di dalam per ja lanan itu, ia tak henti-hentinya memo hon ampunan Allah SWT. Setiap lang kahnya selalu diisi dengan berzikir dan beristighfar. Akan tetapi, di saat ia be lum lagi sampai di tempat tujuannya un tuk bertemu sang ulama, maut da tang menjemput laki-laki itu. Karena niatnya yang lurus dalam berhijrah dan menuntut ilmu, orang itu pun diampuni dosanya oleh Allah SWT dan dimasukkan ke dalam surga.

Kisah tentang laki-laki itu bah kan sampai diabadikan Allah SWT di dalam Alquran. "Barang siapa keluar dari rumahnya de ngan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), ma ka sungguh, pahalanya telah di tetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Peng ampun lagi Ma ha Pe nyayang." (QS an-Nisa [4]: 100).

Selain meluruskan niat, kata Adi, seseorang yang ingin menuntut ilmu agama hendaklah belajar kepada guru yang betul-betul me miliki kapasitas untuk mengajarkannya tentang aga ma. "Jika ingin mendalami ilmu hadis, ca rilah guru yang benar-benar me mahami hadis. Begitu pula, jika ingin mendalami sejarah hidup Nabi SAW, carilah guru yang be tul-betul me nguasai Sirah Naba wiyah. Jadi, jangan terpaku pada satu ustaz saja. Karena, tidak se mua bidang keilmuan dapat dibe bankan kepada seorang ustaz," tutur Adi.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement