Rabu 11 Apr 2018 12:46 WIB

Kuwait Umumkan Libur Tiga Hari untuk Isra' Wal Mi'raj

Merayakan mukjizat Isra' Wal Mi'raj adalah cara untuk mengingat tentang Islam.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Masjid Agung Kuwait: Muslim di negeri ini akan merayakan Isra Mi'raj lebih lama. (Ilustrasi)
Foto: http://amaanramazan.geo.tv
Masjid Agung Kuwait: Muslim di negeri ini akan merayakan Isra Mi'raj lebih lama. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT CITY -- Kuwait mengumumkan hari libur pada peringatan Isra' Wal Mi'raj. Wakil Perdana Menteri dan Menteri Negara untuk Urusan Kabinet Kuwatit, Anas Al Saleh, mengatakan, hari libur untuk Isra' Wal Mi'raj di Kuwait jatuh pada 15 April. Hal ini berarti, penduduk di Kuwait akan mendapatkan hari libur selama tiga hari.

Akhir pekan lalu, Direktorat Urusan Agama di Kementerian Peradilan, Urusan Islam dan Wakaf di Bahrain, mengatakan, akan mengadakan acara tahunan memperingati Isra' Wal Mi'raj setelah shalat Isya' (malam) pada Kamis (12/4) atau jatuh pada 26 Rajab 1439 Hijiriyah di Pusat Islam Ahmed Al-Fateh di Bahrain.

Kegiatan tersebut akan diadakan di bawah perlindungan Presiden Dewan Urusan Islam (SIAC), Shaikh Abdulla bin Khalid Al-Khalifa. Menurut Dr Fareed bin Yaqub Al Muftah, Wakil Menteri Urusan Islam di Kementerian Peradilan, Urusan Islam dan Wakaf, mengatakan, acara itu akan menampilkan sejumlah pembicara.

Menurutnya, kegiatan tersebut akan dibuka dengan pembacaan Alquran oleh Sheikh Khaleel Banshi. Kemudian diikuti dengan pidato dari Menteri Peradilan, Urusan Islam dan Wakaf, Sheikh Khalid bin Ali Al Khalifa.

Sheikh Rashid Hasan Al Buaneen, seorang hakim di Pengadilan Kasasi, dan Syekh Fadel Hussain Fateel Al Wa'eth dari kementerian juga akan menyampaikan pidato untuk menandai acara tersebut. Kementerian Peradilan juga mengundang warga dan penduduk Bahrain untuk menghadiri acara tersebut.

Al Wa'eth mengatakan, merayakan mukjizat Isra' Wal Mi'raj adalah cara untuk mengingat dan mengingatkan diri tentang apa yang membuat Islam istimewa. "Ini adalah agama global yang menyerukan koeksistensi damai, koneksi, dan terbuka untuk budaya lain. Ini mendorong kita untuk menjadi modern dan memiliki dialog, sebagai inti pesan dari Nabi Muhammad (SAW) dan semua nabi dimulai dari Tauhid (keesaan Tuhan) yang menyatukan umat kita, peradaban kita, dan modernitas kita," kata Al Wa'eth, dilansir di Khaleej Times, Rabu (11/4).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement