REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI)telah menerbitkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah mela lui Media Sosial. Fatwa tersebut dibuat berdasarkan kekhawatiran akan maraknya ujaran keben cian, berita bohong, upaya adu domba, dan permusuhan melalui media sosial.
Dalam fatwa MUI tersebut tercantum beberapa hal yang diha ramkan bagi umat Islam dalam penggunaan media sosial, yaitu bagi setiap Muslim yang bermuama lah melalui media sosial diharamkan melakukan gibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan.
Ketua Komisi Fatwa MUI Prof KH Ha sanuddin AF menjelaskan, fat wa tersebut diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi umat Islam saat menggunakan media sosial. Fatwa ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat agar sadar tentang bahaya hoaks dan mampu meninggalkannya.
Untuk penetapannya, MUI melihat dari segala aspek, baik ghibah, namimah, atau lain nya.Itu jelas sudah ditetapkan larangannya oleh Rasulullah dan sejatinya kita sudah memiliki pedoman untuk menjauhi hal-hal tersebut, kata Kiai Hasanuddin saat dihu bungi Republika.co.id, belum lama ini.
Kiai Hasanuddin juga memberikan cara agar tidak tertipu dengan berita hoaksyang sejatinya telah diajarkan pula oleh Rasulullah SAW. Pertama adalah tabayun, atau mengkaji benar atau tidaknya berita tersebut.Kedua, lakukan penyeleksian dan pertimbangan sebelum menyebarkan berita. Meski pun berita tersebut telah jelas kebenarannya, tinjau kembali penting atau tidaknya berita itu untuk disebarkan, agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Ini sudah dijelaskan oleh Nabi, bahkan ada dalam firman Allah. Kita perlu melakukan tabayun, penyeleksian, dan pertimbangan apakah berita tersebut la yak disebarkan atau tidak. Bergantung pada kebenaran dan kepentingan dari berita tersebut, kata dia.