Sabtu 24 Mar 2018 02:00 WIB

Hayati Syafri: Dengan Cadar, Saya Harus Berbuat Baik

Visi saya itu setelah bercadar ingin mengubah image masyarakat.

Dosen IAIN Bukittinggi Hayati Syafri yang terpaksa libur mengajar karena keputusannya bercadar. Hayati saat mengikuti wisuda doktor di Universitas Negeri Padang (UNP), Jumat (16/3). Wisuda juga dihadiri Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Foto: Humas UNP
Dosen IAIN Bukittinggi Hayati Syafri yang terpaksa libur mengajar karena keputusannya bercadar. Hayati saat mengikuti wisuda doktor di Universitas Negeri Padang (UNP), Jumat (16/3). Wisuda juga dihadiri Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

REPUBLIKA.CO.ID, Kebijakan pelarangan cadar di perguruan tinggi Islam baru-baru ini memunculkan polemik di masyarakat. Pro dan kontra bermunculan menyikapi kebijakan kampus yang melarang mahasiswi atau dosennya mengenakan cadar. Dosen Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi Sumatra Barat Hayati Syafri menjadi salah satu korban kebijakan itu. Dia kini dinonaktifkan sebagai dosen karena mengenakan cadar. Wartawan Republika, Rahmat Fajar, mewawancarai Hayati terkait dengan kebijakan tersebut. Berikut kutipannya.

Respons Anda saat pertama kali dilarang mengenakan cadar?

Respons pertama ketika dilarang terkejut karena empat pasal yang di kenakan sebagai alasan berhubungan dengan hal-hal yang esensial. Empat pasal yang dikenakan yang pertama pasal yang dianggap cadar itu melanggar Undang-Undang Dasar, Pancasila, sumpah PNS, dan sumpah jabatan. Kebetulan, waktu itu, saya lagi aktif di Kesbangpol yang mengurusi tentang TKI. Jadi, rasa nasionalismenya lagi tinggi-tingginya. Jadi pembicara tentang TKI di beberapa pertemuan. Ketika dihubungkan pelarangan cadar dengan undang-undang, itu betul-betul terpukul. Itu baru satu pasal dari empat pasal yang dikena kan.

Bagaimana tanggapan dari pihak kampus atas jawaban Anda?

 

Waktu itu kan dipanggil, dikasih tahu bahwa bercadarnya Ibu melanggar empat pasal ini, kemudian Ibu (Hayati) tanya, hubungan cadar dengan pasal-pasal ini apa, Pak? Terus, kata bapak itu, maaf Bu Ha yat, saya hanya diminta memberi kan ini kepada Bu Hayat. Cuma karena tidak ada klarifikasi, saya menolak. Pak, saya mohon memberikan waktu dulu untuk mempelajari pasal yang dikenakan sebagai pelanggaran bagi saya.

Jadi, Anda dinonaktifkan saja atau ada sanksi lain?

Jadi, setelah dipanggil secara lisan, surat teguran karena sudah tidak bisa, dipanggil lagi akhirnya di nonaktfifkan. Surat nonaktif itu tidak diberikan kepada saya, tapi awalnya disampaikan secara lisan. Karena suami tidak menerima, suami datang ke kampus meminta surat penonaktifan saya, tetapi tidak memberi. Karena saya minta lagi, Pak saya nggak tahu harus berbuat apa, apa yang harus saya lakukan, yang tidak boleh saya lakukan mohon kejelasan lewat surat. Baru, ada suratnya setelah didesak baru diizinkan nanti sore temui saya (pimpinan kampus), saya ada suratnya. Dapatlah suratnya nggak boleh di kopi nggak boleh dibawa pulang, cuma boleh dibaca di tempat.

Pandangan Anda mengenai cadar?

Sebenarnya, ada banyak sisi-sisi yang ingin saja jelaskan. Tapi, intinya bagi saya pribadi, saya lebihnya mantap menyatakan cadar itu sunah. Walaupun ada mazhab yang mengatakan cadar itu wajib, ada juga pandangan cadar itu tak wajib. Jadi, cadar itu sunah. Sunah bagi saya adalah dikerjakan dapat pahala ditinggalkan tidak apa-apa. Ke dua, cadar adalah saya pribadi memberikan ketenteraman merupakan pakaian yang mentarbiah saya di mana saja. Artinya, ketika saya memutuskan bercadar, malu dong orang bercadar marah-marah, malu dong orang bercadar bergunjing, malu dong orang bercadar berbohong, iri dengki. Artinya, dengan memakai cadar saja, saya harus berbuat baik.

Sejak kapan Anda bercadar?

Sebenarnya momen mengenakan cadar tidak terlalu disiapkan. Memi kirkan tentang cadar sudah lama membaca-bacanya, tapi momennya ini yang mungkin ternyata terbuka kan setelah ujian tertutup doktoral kemarin. Baru, sekitar September- Oktober bulan kemarin.

Rencana Anda ke depan?

Yang pasti, pertama, cadar itu pakaian yang menenteramkan. Maksudnya saya mengapa lebih cenderung bercadar, saya kan dosen speaking, dosen speaking kan suka ngomong kan, insya Allah, saya bisa mencairkan suasana yang kaku atau kita bisa membuat dia nyambung. Karena cadar itu juga nggak semua orang nyaman melihat orang ber cadar. Jadi, visi saya itu setelah bercadar ingin mengubah image masyarakat kalau orang bercadar itu eksklusif.

Langkah yang akan Anda lakukan terhadap kampus?

Kalau ke kampus, pertama, seperti saya coba memperjuangkan cadar lewat jalur formal, misalnya, ke Ombudsman agar diproses, sehingga membuktikan kepada sivitas akademika di IAIN bahwa yang mereka prasangkakan tentang cadar ini semuanya setuju. Kita juga harus memahami bagaimana suara hati masyarakat lingkungan sekitar kita. ed: a syalaby ichsan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement