Jumat 23 Mar 2018 17:55 WIB

Hukum Meyakini Imam Bersifat Maksum

Setiap manusia adalah tempat salah dan dosa.

Rep: Achmad Syalaby Ichsan/ Red: Agus Yulianto
Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)
Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Istilah maksum menjadi sifat para nabi yang terjaga dari kesalahan dalam menyampaikan agama. Mereka juga terjaga dari dosa-dosa besar. Para Nabi memang terkadang mengalami dosa kecil berupa lupa atau keliru. Hanya, Allah SWT meluruskan mereka jika mereka berbuat kesalahan.

Kemaksuman menjadi bentuk keterja gaan para nabi dan rasul dari kesalahan dan dosa ketika menerima wahyu dan menyam paikan wahyu. Dengan demikian, nabi dan rasul bisa menyampaikan semua wahyu dengan jujur tanpa ada yang disembunyikan. Nabi dan rasul diberikan hafalan yang sangat kuat. Ketika menerima wahyu, mereka hafal kecuali Allah menghapus ingatan mereka.

Beberapa ulama mengungkapkan jika Nabi SAW langsung ditegur Allah SWT manakala perilakunya harus diluruskan. Kisah tentang Abdullah Ibnu Ummi Maktum dalam surah Abasa menunjukkan bagaimana Nabi SAW mendapat evaluasi dari Allah SWT melalui malaikat-Nya. Imam Ibnu Katsir menulis dalam tafsirnya jika suatu hari, Rasulullah SAW berbicara dengan seorang pembesar Quraisy yang sangat diinginkan Nabi SAW untuk masuk Islam. Di tengah perbincangan tersebut, datang Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta, tetapi sudah masuk Islam sejak lama.

Ibnu Ummi Maktum hendak bertanya kepada Rasulullah SAW tentang sesuatu pertanyaan yang mendesak. Nabi SAW ketika itu menginginkan andai kata Ummi Maktum diam dan tidak mengganggunya. Dengan demikian, Nabi SAW bisa berbicara dengan tamunya dari Quraisy. Karena itu, Nabi SAW bermuka masam kepada Ummi Maktum dan memalingkan wajahnya serta hanya melayani tamu dari Quraisy itu. Nabi SAW lantas mendapat wahyu berupa peringatan atas sikapnya kepada Ummi Maktum.

"Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya, ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti."

Doktrin tentang maksum ini rupanya coba ditunggangi segelintir oknum. Di tengah masya rakat, muncul keyakinan jika pemimpin agama atau imam terpelihara dari salah dan dosa. Mereka pun wajib diikuti dalam situasi dan kondisi apa pun. Anggapan ini memicu timbulnya kebingungan, keresahan, dan ketegangan di masyarakat, khususnya terkait dengan 'ishmatul imam atau imam yang maksum.

 

Padahal, setiap manusia adalah tempat salah dan dosa. Dari Anak bin Malik RA, ia berkata, Ra sulullah SAW bersabda: Setiap bani Adam itu salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah mereka yang bertobat. (HR al-Turmudzi, Ibn Ma jah, dan al-Hakim dan menshahihkan nya).

Doktrin kemaksuman para imam ini memang lahir dari paham syiah. Bertolak belakang dengan ahlusunnah, Syiah percaya bahwa dalam seluruh tingkatannya Imam sama dan sejajar dengan Rasulullah SAW kecuali dalam masalah wahyu. Oleh karena itu, imam juga harus seperti rasul yang maksum dan suci dari kesalahan, penyimpangan dan dosa, sebagaimana hal-nya Ra sulullah SAW dan para na bi Allah yang lainnya pun demikian. Imam Ali RA pun mendapat gelar maksum karena dipercaya kaum Syiah sebagai bagian dari imamah.

Padahal, Imam Ali sendiri mencegah kaum Muslimin untuk mencintainya berlebihan. Imam Hakim menyampaikan riwayat yang dinyatakannya shahih dan dinyatakan hasan oleh yang lain tentang Ali RA yang mengatakan, "Celakalah orang yang berlebihan mencintaiku, ia me nyanjung dan mengangkatku pada ke dudukan yang tidak layak bagiku. Dan celakalah pula orang yang mengada-ada kan kebencian kepadaku dengan melakukan kebohongan mengenai apa yang tidak ada padaku". Kemudian, ia berkata, "Apa pun yang aku telah perintahkan kepadamu, kalau itu durhaka maka bagi seseorang tidak boleh taat dalam durhaka kepada Allah Ta'ala". Dari perkataan Ali ra tersebut, diketahui bahwa ia tidak pernah mengaku dirinya maksum.

Abdul Malik ibn 'Abdullah ibn Yusuf ibn Muhammad Al-Juwainiy, Abul Ma'aliy (Imam al-Haramain), di dalam Ghiyatsul Umam menjelaskan, orang-orang yang memilih imam tidaklah dapat melihat halhal rahasia pada saat itu. Imam masjid suci itu mengungkapkan, bagaimana mereka menjamin ia bersih dari dosa pada masa mendatang? Tidak seorang pun yang mampu melihat cela yang sangat rahasia secara pasti dan sesuai akal.

 

Dia pun meyakini, sesungguhnya Ali RA dan kedua putranya, Hasan dan Husain, serta anakanak mereka tidaklah mengakui dirinya mas'hum dan suci dari dosa. Bahkan, secara tersembunyi dan nyata mereka mengakui sebagai hamba yang lemah, senantiasa rendah hati dihadapan Allah SWT, memohon ampunan, tunduk dan patuh kepada-Nya. "Jika dugaan mereka benar maka itu lah yang diharapkan. Dan jika tidak, maka itulah kebohongan dan kesalahan yang mewajibkannya mohon ampunan dan tobat," ujar dia.

Untuk meredam paham ter sebut, komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menge luar kan fatwa bernomor 11 tahun 2017. Menurut MUI, meyakini bahwa seorang pemimpin atau imam adalah terpelihara dan ter bebas dari salah dan dosa (ma'shum) serta wajib diikuti dalam situasi dan kondisi apa pun merupakan keyakinan yang salah (batil), hukumnya haram. MUI pun menjelaskan, kewajiban taat kepada pemimpin atau Imam hanya terbatas jika imam taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Tak hanya itu, meyakini bahwa pemimpin atau imam menerima wahyu seperti nabi adalah dhalal (sesat) dan menyebabkannya kafir. Sementara itu, mengafirkan (takfir) orang Islam yang tidak mengakui ishmatul imam , menyebabkan penuduh menjadi kafir. MUI pun merekomendasikan masyarakat agar mewaspadai penyebaran setiap paham yang bertentangan dengan ketentuan fatwa ini. MUI juga meminta pemerintah agar bertindak tegas terhadap setiap penye baran paham yang dapat dikategorikan penodaan dan/atau penistaan agama. Wallahualam

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement