REPUBLIKA.CO.ID, Alasan pihak Rekrorat IAIN Bukittinggi menonaktifkan dosen bahasa Inggris yang mengenakan cadar, Hayati Syafri, berubah. Dari semula karena penggunaan cadar, tapi kini alasannya karena dalam proses mengajar mata kulian dosen tersebut sudah tidak efektif lagi.
"Jadi bukan karena cadarnya sebenarnya yang menjadi alasannya, tapi karena proses belajar mengajarnya tidak efektif," ujar Dirjen Pendidikan Islam, Prof Kamaruddin Amin saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (20/3).
Kamaruddin mengatakan, seorang rektor memang sudah seharusnya memastikan bahwa proses belajar mengajar di kampusnya berjalan dengan efektif. Berdasarkan pengalaman di lapangan, kata dia, ternyata dosen dengan muka tertutup tersebut tidak efektif dalam perkuliahan.
"Misalnya dia kan mengajarnya bahasa Inggris, terus kemudian kalau tertutup pakai cadar sulit lah, kira-kira begitu," ucap Guru Besar UIN Makassar tersebut.
Menurut Kamaruddin, pihak IAIN Bukittinggi juga sudah memberikan pemahaman atau menasehati dosen tersebut, tapi tampaknya dosen tersebut tetap tidak bisa mengubah pendiriannya. "Ya sudahlah karena ini kan mengajar dianggap tidak efektif, tapi tampaknya tidak bisa. Kemudian mahasiswa-mahasiswi yang diajar juga merasa tidak efektif," katanya.
Akhirnya, menurut Kamaruddin, untuk semester ini, dosen tersebut tidak diberikan waktu untuk mengajar. Namun, Kamaruddin saat ini masih meminta kepada Rektor IAIN Bukittinggi untuk menyampaikan masalah penonaktifan dosen ini secara resmi kepada pihaknya untuk ditindaklanjuti.
"Kami minta supaya rektor menyampaiikan kepada kami secara resmi untuk kami tindaklanjuti. Jadi kita ingin melihat dasar tidak diberikannya mata kuliah itu, itu cukup kuat gak alasannya," jelasnya.
Polemik penggunaan cadar berawal dari penonaktifan mengajar Hayati Syafri, seorang dosen bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi. Hayati tidak diberikan jam mengajar karena keputusannya mengenakan cadar. Dia pun melaporkan kebijakan yang merugikannya itu kepada Ombudsman.