REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tetap kukuhnya IAIN Bukittinggi menerapkan kebijakan larangan cadar bagi mahasiswi dan dosen, disayangkan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih. Pasalnya, meskipun kebijakan berbusana menjadi kewenangan kampus, namun seharusnya kampus tetap mengacu pada Undang-undang dalam menghormati keyakinan seseorang.
"Kalau memang ini (cadar atau berbusana) menjadi otonomi kampus, ya dalam kebijakan apapun harus tetap mengacu pada Undang-undang," kata Fikri melalui sambungan telepon, Ahad (18/3).
Fikri mengatakan, paham radikalisme yang sering dilekatkan pada pengguna cadar, berjanggut, celana cingkrang dan lain-lain, semestinya tidak lagi dijadikan acuan pelarangan cadar di kampus. Perguruan tinggi sebagai sarana pengkajian ilmiah dan keilmuan, seharusnya berpijak pada kajian ilmiah dalam merancang kebijakan, juga dalam pelarangan bercadar.
"Alasan pelarangan cadar yang hanya karena asumsi-asumsi (dekat dengan paham radikal, eksklusifitas, dan lainnya; red) jangan lagi dijadikan alasan kampus. Tidak elok karena kampus itu tempat kajian ilmiah," tegas Fikri.
Fikri menyarankan, dialog dan komunikasi lebih baik dikedepankan oleh IAIN Bukittinggi. Mengingat, ada salah satu dosen yang saat ini diskors mengajar akibat kukuh menggunakan cadar.
Selain itu, Fikri pun meminta agar Kementerian Agama ataupun Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi turut memberi perhatian akan kasus-kasus seperti ini. Sebab, hal tersebut berkaitan dengan keberlangsungan proses belajar mengajar di pendidikan tinggi.
Sebelumnya, Pimpinan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi tetap kukuh menjalankan kebijakan yang mengatur tata cara berbusana dosen dan mahasiswi, khususnya tentang cadar. Kukuhnya kampus menjalankan imbauan tidak bercadar di dalam kampus tetap dilakukan meski ada banyak desakan agar kampus mencabut aturan tersebut.
Rektor IAIN Bukittinggi Ridha Ahida menjelaskan, kampus masih dalam tahap mengimbau seluruh dosen dan mahasiswa mematuhi komitmen kode etik yang sudah disusun bersama. Ridha berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi yang menyinggung kewenangan kampus mengatur dirinya sendiri sepanjang tetap memenuhi Tri Dharma Perguruan Tinggi.