Jumat 16 Mar 2018 10:13 WIB

Makna Hakikat Atsar Sujud

Pancaran cahaya dan energi yang membekas pada diri orang yang sujudnya benar.

Wakil Menteri Agama sekaligus Penulis, Nasaruddin Umar memberikan paparan saat peluncuran buku di Jakarta, Selasa (19/8)(Republika/ Wihdan).
Foto: Republika/ Wihdan
Wakil Menteri Agama sekaligus Penulis, Nasaruddin Umar memberikan paparan saat peluncuran buku di Jakarta, Selasa (19/8)(Republika/ Wihdan).

REPUBLIKA.CO.ID,  Prof Dr Nasaruddin Umar *)

Dalam berbagai kitab tafsir isyari dan kitab-kitab ta sawuf dijelas kan bahwa bekas sujud (atsar sujud), tidak dipisahkan dengan kata sebelumnya (simahum fi wujuhihim min...). Kata sumahum berarti tanda-tanda yang muncul dan memberikan kekuatan atau energi. Dalam tafsir Mafatih al-Gaib dijelaskan, energi itu akan mengeluarkan cahaya yang akan menerangi diri yang bersangkutan di dalam alam kegelapan menuju Pa dang Mahsyar.

Para malaikat tidak repot mengidentifikasi hamba Tuhan yang baik dan buruk melalui tanda itu. Dalam tafsir Al-Mizan, karya Thaba'taba'I, menjelaskan bahwa pancaran cahaya dan energi yang membekas pada diri orang yang sujudnya benar, bukan hanya memancar di hari akhirat, tetapi sejak di dunia.

Vibrasi positif yang memancar di dalam wajah ahl al-shalat mampu memancarkan energi positif sekaligus menyedot perhatian terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Secara tegas, Thaba'ta ba'i menjelaskan bahwa kekuatan atsar sujud mampu mengajak orang yang bersangkutan untuk istiqa mah di dalam kebenaran dan akan semakin dekat dengan Tuhannya.

Ketika penulis menghadiri Se minar Internasional Tafsir Al-Mi zan di Quom, salah seorang muridnya menjelaskan, adanya "kekhususan" 'Allamah Thaba'thaba'i di da lam menyusun Tafsir itu. Di antaranya ia mampu memperoleh insight atau inspirasi dari alam sekitarnya, termasuk sebuah pohon di depan pintu jendela kamarnya. Ketika beliau wafat, pohon itu juga mati.

Mungkin ini yang dimaksudkan beliau dengan energi spiritual yang lahir dari sujud, bisa menyedot, dan sekaligus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara spiritual dengan makhluk di sekitarnya. Sesungguhnya pengalaman se perti ini, bukan sesuatu yang baru. Nabi Muhammad SAW dalam beberapa riwayat hadis sahih menjelaskan, Nabi sering berkomunikasi dan bersahabat dengan alam raya.

Ketika mengungsi ke Thaif diadang orang kafir dan tumitnya berdarah kena lemparan batu. Gunung Thaif menanyakan, "Maukah aku balaskan siksaan mereka terhadapmu?" Dijawab Nabi, "Tidak usah, karena mereka melakukan itu karena tidak tahu siapa aku. Kelak satu saat mereka mengetahui siapa aku dan misi yang aku bawa, mereka akan sadar." Dari masa Nabi sampai sekarang, benteng dan pang kalan militer Saudi dibangun di kawasan pegunungan Thaif itu.

Dalam kesempatan lain, ketika unta Nabi diganti dengan unta remaja, unta tuanya menangis. Nabi menyampaikan kepada para sahabatnya, "Lihat, unta ini menangis karena masih mau terus aku duduki punggungnya untuk pergi menyampaikan dakwah."

Nabi juga dibela oleh burung merpati dan laba-laba, ketika ia bersembunyi di Gua Tsaur, Nabi pernah bercakap dengan seekor biawak yang membuat seorang tokoh Quraisy bersyahadat, Nabi memberi nama gelas, cermin, sisir, pedang, dan sejumlah perabotannya serta sering memanggil nama itu, dan masih banyak kisah lainnya. Kesemuanya membuktikan bahwa sujud yang dilakukan secara benar akan melahirkan atsar sujud yang memberikan pancaran positif kepada alam sekitar.

photo
Jamaah haji melakukan sujud syukur saat tiba di bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu (5/11)

Sujud yang benar dan mampu melahirkan energi positif berupa atsar sujud ialah sujud yang benar secara fisik dan secara batin. Umar bin Abdul Azis, sang khalifah arif terkenal, tidak pernah mau menggunakan sajadah di dalam shalat.

Bagi kita, yang penting, metode mana yang bisa mengantarkan kita sujud secara khusyuk dan syahdu, hingga seolah kita menembus lapislapis spiritual di dalam diri kita, itu lebih baik. Tidak perlu kita memolemikkan sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan yang sering kita lakukan. Setiap kepala, sebanyak itu pula lorong rahasia menuju Tuhan.

Jika atsar sujud dimaknai sebagai pancaran sinar yang memancar pada diri ahl al-sujud dan kepada makhluk lain di sekitarnya, maka kebalikan konsep atsar sujud Allah SWT juga memperkenalkan konsep "muka hitam gelap" (iswad al-wu juh), sebagaimana disebutkan di dalam ayat, "Pada hari yang di waktu itu, ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (mereka ditegur), "Mengapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu, rasakanlah azab yang disebabkan oleh kekafiranmu itu." (QS Ali 'Imran [3]:106). Dalam ayat ini Allah SWT memperkenalkan dua wajah. Ada wajah putih berseri-seri (ibyadh al-wujuh) dan ada wajah hitam gelap (iswad al-wujuh).

Kita semua tentu berharap agar kualitas sujud kita melahirkan atsar sujud yang ibyadh al-wujuh. Untuk itu, kita perlu meningkatkan kualitas sujud kita dari yang secara fisik sujud (al-sajid), menjadi secara spiritual, dan total sujud (al-sujud). Masih banyak di antara kita hanya sebagai sajid, tetapi belum sujud. Allahu a'lam.

*) Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement