Selasa 13 Mar 2018 04:25 WIB

Meneladani Kebijaksanaan Abu Musa Al-Asy'ari

Umat Islam menghormatinya karena sikap dan kelompok yang dipimpinnya begitu mulia.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Agus Yulianto
Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)
Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Mata batinnya memancarkan kewibawaan, sehingga tak mudah ditipu musuh dalam pertarungan. Dalam sebuah kesempatan, Abu Musa al- Asy'ari saat menjadi gubernur Basrah mengajak warganya berkumpul. Di hadapan mereka, Abu Musa menyampaikan, Khalifah Umar bin Khattab telah mengutus dirinya untuk mengajarkan kitabullah dan sunah Nabi Muhammad. Keduanya merupakan pedoman hidup yang harus dipahami semua orang.

Satu lagi, gubernur itu juga memerintahkan penduduknya untuk membersihkan jalanan. Ini perintah yang unik karena tak biasanya perintah sederhana disampaikan oleh pemimpin sekelas gubernur kala itu. Penduduk Basrah pun tercengang mendengar penjelasan tersebut. Mereka bisa dengan mudah mengerti bahwa salah satu dari tanggung jawab seorang penguasa Muslim adalah memerintahkan penduduk menjalankan agama mereka.

Namun, membersihkan jalan adalah sesuatu yang baru dan mengejutkan mereka. Ada apa? Mengapa kebijakan sederhana itu yang disabdakan sang gubernur. Abu Musa dikenal sebagai pemimpin yang memperhatikan hal besar sekaligus kecil.

Kebersihan jalan, misalnya, kerap terabaikan banyak pemimpin wilayah, padahal itu adalah hal sederhana yang menunjukkan kualitas suatu daerah. Jalan bersih akan membuat orang-orang yang melewatinya merasa nyaman.

Ketika itu, cucu Rasulullah, Hasan bin Ali bin Abi Thalib, menceritakan kisah ini. Hasan berkata, "Tidak ada pengendara yang datang ke Basrah yang lebih baik untuk orang-orangnya daripada Abu Musa."

Nama aslinya adalah Abdullah bin Qays. Orang lebih mengenalnya ayah Musa atau Abu Musa al-Asy'ari. Dia meninggalkan tanah kelahirannya, Yaman, untuk pergi ke Makkah segera setelah mendengar bahwa seorang Nabi telah muncul di sana. Dia dikenal berpandangan dan berpengetahuan luas, sehingga masyarakat banyak mengaguminya.

Di Makkah, dia tinggal dekat dengan Nabi dan mendapatkan pengetahuan dan bimbingan langsung dari Rasulullah. Dia kembali ke negaranya untuk menyebarkan firman Tuhan dan pesanpesan Nabi yang mulia.

Selama lebih dari satu dekade tidak ada kabar mengenai dia. Kemudian tepat setelah akhir ekspedisi ke Khaybar (628 M) dia datang menemui Nabi di Madinah. Ketika sampai di kediaman Nabi, Abu Musa secara tak sengaja bertemu dengan Jafar bin Abi Thalib dan Muslim lainnya dari Abyssinia.

Nabi menyambut mereka semua dengan sukacita dan kebahagiaan. Kali ini, Abu Musa tidak datang sendiri. Dia datang dengan 50 orang dari Yaman yang telah bersyahadat.

Di antara mereka ada dua saudara laki-lakinya, Abu Ruhm dan Abu Burdah. Rasulullah menyebut mereka sebagai Asy'ariyun (kelompok Asy'ari). Rasulullah sering memuji kelompok tersebut karena sifatnya yang lembut. Rasul kerap memuji mereka sebagai sosok yang santun dalam bertutur kata dan sopan dalam berperilaku, sehingga menjadi panutan.

Sebuah kisah menyebutkan, jika melakukan perjalanan dengan sedikit membawa bekal, maka makanan yang ada dikumpulkan dalam satu kain. Kemudian dibagikan ke semua anggota kelompok, sehingga tak ada yang tidak makan. Semua sama-sama merasakan ke bahagiaan ataupun sebaliknya.

Umat Islam kala itu menghormati Abu Musa karena sikap dan kelompok yang dipimpinnya begitu mulia. Dia ketika itu dikenal sebagai seorang faqih (pa ham agama) yang memiliki kecerdasan dan penilaian yang masuk akal. Derajatnya setara dengan pemimpin dan hakim.

Sahabat yang sangat menonjol kala itu adalah Umar bin Khattab yang dikenal tegas dan teguh pendirian, Ali bin Abi Thalib yang dikenal berilmu luas, Abu Musa al-Asy'ari yang dikenal memiliki banyak pengikut, dan Zayd bin Sa bit yang ahli mencatat firman Allah. Dalam hal jihad, Abu Musa masyhur sebagai pejuang berani dan mampu membangun pertahanan dengan baik.

Dia juga terampil dalam menggerakkan pasukan. Nabi mengatakan, "Ahli penunggang kuda adalah Abu Musa." Mata batinnya memancarkan kewibawaan, sehingga tak mudah ditipu musuh dalam pertarungan. Tindakan dan keputusan yang diambilnya sangat tepat, sehingga tidak menimbulkan banyak kerugian.

Abu Musa memimpin tentara Muslim melintasi tanah Kekaisaran Sasanian. Di Isfahan, orang-orang datang kepadanya dan membayar jizyah untuk damai dan menghindari perkelahian. Namun, ternyata pemberian itu dinilai Abu Musa tidak tulus. Diam-diam mereka mencari kelemahan pasukan Muslim. Kemudian masyarakat Isfahan akan menyerbu pasukan Muslim.

Abu Musa mengetahui rencana jahat itu. Dia selalu menyiagakan pasukannya. Ketika pasukan Isfahan menyerang, semua tentara Abu Musa siap bertempur dengan gagah berani. Pasukan Asy'ari ketika itu meraih kemenangan. Kemenangan yang sama juga diraihnya dalam sejumlah peperangan lain, seperti ketika menghadapi pasukan Sasanian dan pertempuran di Tustar.

Pemimpin pasukan Persia, Hormuzan, menarik banyak pasukannya ke kota yang sangat kokoh di Tustar. Khalifah Umar tidak meremehkan kekuatan mereka. Ketika itu, balatentara Muslim diturunkan dalam jumlah besar. Di antara pasukan Muslim adalah mereka yang berdedikasi, seperti Amar bin Yasir, al- Bara bin Malik dan saudaranya Anas, Majra'a al-Bakri dan Salamah bin Raja, juga diterjunkan.

Umar menunjuk Abu Musa sebagai komandan tentara. Tustar tidak mungkin sanggup bertahan. Beberapa upaya dilakukan musuh dengan tipu muslihat tapi ini terbukti tidak berhasil. Pasukan Muslim sem pat dikepung, tapi kemudian mereka melawan dengan gigih, sehingga kepung an musuh hancur.

Tak hanya itu, pasukan Persia melemparkan rantai besi dari dinding benteng yang melukai banyak tentara Muslim. Abu Musa menyadari bahwa kebuntuan yang semakin tak tertahankan hanya bisa dipecahkan oleh sebuah tipu daya.

Untungnya, saat ini seorang Persia membelot ke sisi Muslim dan Abu Musa mendorongnya untuk melakukannya kembali ke balik tembok kota dengan menggunakan cara apapun yang dia bisa untuk membuka gerbang kota dari dalam.

Bersama orang Persia pendukung Muslim ini, Abu Musa mengirim pasukan khusus. Mereka menyelinap masuk, membuka gerbang, dan membuat jalan bagi tentara Abu Musa masuk menembus pertahanan lawan. Dalam beberapa jam serangan Persia semakin melemah. Umat Islam meraih kemenangan dengan gemilang.

Meskipun dikenal tangguh dalam berperang, dalam kesempatannya berdoa, Abu Musa sering meneteskan air mata, memohon ampunan Ilahi atas semua kesalahan yang diperbuat. Dia tak kuasa menahan dosa yang mengikis kejernihan hati merasakan kedekatan dengan Allah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement