REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar berita bohong atau hoaks sudah lebih dulu ada sejak zaman Rasullulah bahkan zaman Nabi Sulaeman. Dalam ayat suci Alquran ada, 30 ayat yang membahas menyoal hoaks.
Hal ini disampaikan Ketua Majelis Fatwa dan Pusat Kajian DDI Ahmad Zain An-Najah. Ia menyontohkan salah satu perihal yang berhubungan dengan hoaks telah mengemuka pada cerita Nabi Sulaeman.
"Nabi Sulaeman menanyakan kepada burung hud. Burung hud ini disimbolkan sebagai pembawa berita," ujar Ahmad dalam diskusi War of Hoax di Cawang, Sabtu (10/3).
Burung hud ini, lanjut dia, datang dengan memberi berita ada sebuah kerajaan yang dipimpin seorang wanita yang semua rakyatnya menyembah matahari. Nabi Sulaeman tidak percaya begitu saja, ia mengecek kebenarannya, meskipun burung hud sudah mendatangkan berita dan alasan yang yakin dan benar. Sebab, jika burung hud salah dan menyampaikan berita yang tidak jelas, akan dihukum.
Dari situ, dalam dunia jurnalistik sekarang, para pewarta diharapkan belajar dari burung hud yang menyampaikan berita sesuai fakta dan data yang ada, tidak dilebihkan dikurangkan bahkan diubah. Untuk itu dalam dunia jurnalistik seharusnya berpatokan kepada Alquran.
"Burung hud adalah jurnalis yang paling baik. Ia menyampaikan kabar dengan rinci tanpa harus terjebak hoaks atau kabar bohong. Untuk itu, jurnalistik juga diimbau untuk berpedoman pada Alquran yang sudah jelas hal-hal yang ada sekarang juga ada pada masa lalu," ujarnya.
Jurnalis Islam harus ada roh Islamnya. Dengan pesan-pesan keislaman pada beritanya. Seperti yang di lakukan burung hud yang menyampaikan bahwa di kerjaan Saba rakyatnya menyembah matahari. Dari situ, ia menyampaikan bahwa ada pekerjaan baru bagi Sulaiman untuk mendakwahkan agar tidak lagi menyembah matahari.
"Intinya, seorang jurnalis harus seperti burung hud yang menyampaikan pesan dengan ada konten dakwahnya, isi dakwah itu bisa berupa hal-hal fakta yang mengajak kepada kebaikan," ujarnya.