REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Gerakan Nasional Pendukung Fatwa (GNPF) Ulama Ustaz Yusuf Muhammad Martak mengatakan Islam tidak mengajarkan kabar bohong sehingga mendukung polisi meringkus penyebar kabar bohong.
"Islam tidak mengajarkan kabar bohong. Oleh karena itu, kami mendukung langkah kepolisian untuk meringkus penyebar kabar bohong," ujar Yusuf di Jakarta, Jumat (9/3).
Menurut dia, langkah tegas polisi tersebut tentunya akan membuat kepercayaan publik kepada polisi semakin meningkat. "Polisi memang harus selangkah lebih cepat dari masyarakat untuk menangkap penghina ulama dan penista agama. Jangan sampai rakyat ribut, gara-gara diperlakukan tidak adil," katanya.
Yusuf yakin polisi pasti memiliki data mengenai akun siapa saja yang suka menyebarkan kabar bohong dan juga meminta polisi tidak tebang pilih. "Polisi pasti sudah punya data, siapa saja, mari kita dukung untuk bersih-bersih penyebar kabar bohong. Kami siap memberikan data agar polisi juga meringkus siapa pun yang menjadi kompor politik nasional," katanya.
Politisasi agama
Sebelumnya, pakar komunikasi dari Universitas Indonesia Irwansyah mengatakan fenomena kelompok yang menyebarkan kabar bohong berkembang seiring dengan menguatnya keyakinan seseorang dan komunitas tertentu. "Ini merupakan fenomena menguatnya keyakinan seseorang dan komunitas tertentu dalam masyarakat yang saling terhubung dengan teknologi media berjaringan yang semakin personal," kata Irwansyah.
Menariknya, kata Irwansyah, karena Indonesia pada 2019 akan menyelenggarakan Pemilu Legislatif dan Pilpres, maka dalam kurun waktu 2018 dan 2019 diperkirakan akan kental dengan politisasi agama. "Hal ini karena aktor, media saluran komunikasi, dan pesan (yang bersifat politik) mudah diarahkan dan mengarah kepada kawan dan lawan politik dalam menuju instabilitas pertahanan dan keamanan," jelas Irwansyah.