Selasa 06 Mar 2018 08:42 WIB

Indonesia Perlu Mitigasi Kerukunan Umat Beragama

Pada 2017, indeks kerukunan umat beragama turun.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat dari Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Launching Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan Tahun 2017 di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Senin (5/3).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat dari Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Launching Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan Tahun 2017 di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Senin (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) menggelar "Launching Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan Tahun 2017" di Hotel Sari Pan Pacific pada Senin (5/3). Mereka menyampaikan indeks kerukunan umat beragama 72,27 persen di tahun 2017.

Angka indeks kerukunan umat beragama tersebut dinilai menunjukkan kerukunan di Indonesia masih dalam keadaan baik. Meski dalam keadaan baik, pemerintah dalam hal ini Kemenag disarankan segera membuat mitigasi kerukunan umat beragama di Indonesia.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan, berdasarkan yang dilaporkan Kemenag, indeks kerukunan umat beragama naik pada 2015 dan 2016. Tapi pada 2017, indeks kerukunan umat beragama turun. Indeks kerukunan umat beragama 75,47 persen di 2016.

"Walaupun kalau kita lihat memang itu tetap dalam rentang yang sama, mereka pakai interval, walaupun secara angka itu turun tapi dalam rentangnya masih sama, kategorinya kalau (angka indeks kerukunan) 70 persen itu baik," kata Mu'ti kepada Republika.co.id usai menjadi narasumber, Senin (5/3).

Menurutnya, perlu ada penjelasan lebih lanjut pada indikator mana indeks kerukunan umat beragama turun. Indikator yang dipakai selama ini untuk mengukur kerukunan umat beragama ada tiga, di antaranya, toleransi, kesetaraan dan kerja sama antarumat beragama. Maka di 2018 perlu dibuat laporan tentang indeks kerukunan umat beragama 2017. Tujuannya untuk memberikan gambaran secara lebih komprehensif.

Ia juga menginformasikan, pada indeks kerukunan umat beragama 2015 dan 2016 yang sudah dipublikasikan, selalu indikator kerja sama antarumat beragama lebih rendah dibanding dua indikator lainnya. "Karena itu kita perlu ada mitigasi atau proyeksi kehidupan umat beragama pada 2018, terutama yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kekerasan komunal dan mungkin kekerasan bernuansa agama atau kemungkinan dilakukannya politisasi agama dalam pilkada di 2018," ujarnya.

Komponen mitigasi di antaranya fakta yang ada, potensi terjadinya hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan keagamaan atau konflik keagamaan, dan antisipasi sebelum konflik terjadi. Ia menerangkan, mitigasi kerukunan umat beragama misalnya dibuat laporan mengenai hasil studi indeks kerukunan umat beragama yang ada sekarang. Bisa dibuat seperti laporan dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia kemudian diberikan catatan. Misalnya di Provinsi Jawa Tengah, bagaimana indeks kerukunan umat beragama di kabupaten/ kota yang ada di provinsi tersebut.

"Nah dengan itu maka kemudian bisa dibuat sebuah antisipasi bagaimana agar potensi kemungkinan terjadinya kekerasan bernuansa agama dalam pilkada dapat diminimalisir sebelum hal itu terjadi," katanya.

Saat ini kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia memang tidak sampai pada tingkat yang bahaya. Sebab masyarakat punya kematangan dalam beragama dan kesadaran politik yang sudah semakin baik. "Tapi kita juga tidak boleh terlalu percaya diri kemudian tidak mengantisipasi berbagai hal negatif yang kemungkinan terjadi," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement