Rabu 28 Feb 2018 19:42 WIB

Penutupan Toko saat Shalat Lima Waktu Jadi Perdebatan

Kerajaan Saudi adalah negara Muslim yang mengharuskan semua toko tutup saat shalat.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Penjaga toko melayani pelanggan di tokonya yang terletak dekat pemondokan jamaah di Makkah, Arab Saudi (Ilustrasi)
Foto: Republika/Nashih Nashrullah
Penjaga toko melayani pelanggan di tokonya yang terletak dekat pemondokan jamaah di Makkah, Arab Saudi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Keputusan untuk menutup toko selama waktu shalat menjadi perdebatan di kalangan para pakar di Arab Saudi. Sejumlah pakar menilai, keputusan tersebut harus dipertimbangkan kembali.

 

Kerajaan Saudi adalah satu-satunya negara Muslim yang mengharuskan semua toko tutup saat waktu shalat. Namun, para pakar mencatat bahwa beberapa pabrik kehilangan banyak uang karena jeda saat operasi berhenti sebanyak lima kali setiap hari.

Sementara itu, di sisi lain, adapula yang bersikeras bahwa pabriknya tidak kehilangan banyak uang dan waktu shalat tidak menimbulkan masalah bagi mereka. Dr. Fahd Al-Anazi, anggota Dewan Syura Saudi, mengatakan, pertokoan sebaiknya hanya tutup pada saat shalat Jumat. Pada hari-hari lain, mereka tidak diharuskan oleh Syariah untuk melakukannya.

 

Dia berharap, agar pihak berwenang mempertimbangkan kembali keputusan yang mengharuskan setiap toko tutup pada waktunya setiap waktu shalat. Karena menurutnya, hal itu merugikan ekonomi nasional sebanyak puluhan miliar riyal setiap tahunnya.

"Menutup toko empat atau lima kali sehari, kira-kira satu jam, itu merugikan, secara ekonomi. Selain itu, satu-satunya orang yang mendapat keuntungan dari keputusan ini adalah non-Muslim," kata Al-Anazi, dilansir dari Saudi Gazette, Rabu (28/2).

Dr Abdullah Al-Maghlouth, anggota Asosiasi Ekonomi Saudi, meminta pihak berwenang untuk mengecualikan pusat kesehatan, apotik, tempat pengisian bensin dan kantor maskapai penerbangan dari penutupan tersebut. Dia menekankan, bahwa fasilitas tersebut memberikan layanan penting kepada publik dan tidak boleh ditutup saat shalat.

Beberapa pegawai sektor pemerintah menggunakan waktu shalat sebagai dalih untuk menyelinap keluar kerja dan membuang waktu di luar. Shenan Abdullah, wakil ketua Komite Bisnis di kamar Dagang Saudi, sepakat bahwa keputusan penutupan saat shalat tersebut harus dipertimbangkan kembali. Dia mengatakan, beberapa bisnis dan lembaga harus dikecualikan dari keputusan tersebut.

Dr Abdulwahab Al-Qahtani, profesor ekonomi di King Fahd University of Petroleum and Minerals, mengatakan bahwa fatwa yang mendesak orang untuk menutup toko mereka untuk shalat dikeluarkan lebih dari tiga dekade yang lalu dan didasarkan pada pendapat pribadi syeikh yang mengeluarkan itu.

"Tidak ada teks Syariah yang mengamanatkan penghentian pekerjaan selama shalat," kata Al-Qahtani.

Sementara itu, Abdulaziz Al-Omran, seorang investor yang memiliki sebuah pabrik, mengatakan, berhenti bekerja selama waktu shalat memiliki dampak negatif pada penghasilan. "Kita harus tahu bahwa bekerja selama waktu shalat tidak mempengaruhi kesucian shalat, kita adalah masyarakat religius," katanya.

Namun demikian, seorang pakar ekonomi, Saud Al-Hamid, mengatakan, beberapa penelitian telah membesar-besarkan kerugian akibat keputusan tersebut. Dia percaya, bahwa menutup toko saat shalat bukanlah sesuatu yang wajib dilakukan dalam Syariah, namun merupakan sesuatu yang terpuji karena memberi waktu kepada orang yang beriman untuk melakukan shalat wajib tepat waktu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement