REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jaminan terhadap hak-hak anak juga menjadi fokus dinasti-dinasti Islam pada abad pertengahan. Hak pendidikan sangat ditekankan dan merupakan konsentrasi otoritas pemerintah ketika itu. Sebab, dengan pendidikanlah, nasib mereka akan terangkat.
Jonathan Lyons, dalam The House of Wisdom: How the Arabs Transformed Western Civilization, menulis bahwa Dinasti Abbasiyah menjadi masa emas perkembangan ilmu pengetahuan di mana banyak pusat pembelajaran (bayt al-hikmah) didirikan.
Anak laki-laki lebih leluasa belajar di sekolah-sekolah yang ada dengan beragam ilmu yang diajarkan. Meski anak perempuan masih dibatasi belajar, tetapi para pengajar datang ke rumah atau dididik oleh orang tuanya.
Ekmeleddin Ihsanoglu, dalam artikel “Primary Schools under the Ottomans” pada laman Muslim Heritage, menulis, Dinasti Turki Usmani membangun sekolah dasar (sibyan mektepleri) bagi anak-anak mulai usia lima tahun.
Sekolah dasar ditempuh anak-anak selama empat tahun sebelum naik ke jenjang sekolah menengah. Meski mayoritas anak laki-laki bersekolah pada usia enam tahun dan anak perempuan pada usia tujuh tahun.
Sekolah anak laki-laki dan perempuan dipisah, begitu pula gurunya. Guru-guru dipilih dari lulusan madrasah atau imam dan muazin yang dinilai cukup mumpuni. Begitu pula guru perempuan yang dipilih berdasarkan kualifikasi pengalaman, ilmu, dan hafalan Alqurannya. Pada 1838, Sultan Mahmud II juga membangun sekolah asrama bagi anak-anak yatim.
Para era Turki Usmani pula ilmu kesehatan berkembang. Meski tidak diketahui adanya sekolah ilmu kesehatan bagi anak perempuan, sudah ada catatan mengenai bidan dan perawat perempuan. Mereka diduga mempelajari ilmu kesehatan melalui magang atau belajar turun-temurun dari keluarga yang memiliki ilmu kesehatan.
Dalam artikel Education in Islamic History pada laman Lost Islamic History memuat kontak dengan Eropa juga membuat Pemerintahan Dinasti Turki Usmani mengadaptasi pola pendidikan Eropa bagi anak-anak pada 1800-an.
Terpecahnya negeri Islam pada awal 1900-an membawa dampak beragam bagi pendidikan anak-anak. Memasuki era pertengahan 1900-an, akses pendidikan semakin terbuka baik bagi anak perempuan maupun anak laki-laki meski dunia berada dalam tekanan perang.
Nimat Hafez Barazangi dalam bagian Education pada laman Oxford Islamic Studies menulis, pascaruntuhnya negara Islam dan tekanan kolonial, Muslim di berbagai negara menghadapi bermacam situasi yang membuat pendidikan anak-anak pun mengalami perubahan.