REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Intelijen dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyarankan kepada aparat penegak hukum agar berhati-hati dalam menangani fenomena penyerangan terhadaps ejumlah tokoh agama. Sebab kasus ini, kata dia, tak hanya disebabkan oleh masalah hukum dan keamanan, namun juga masalah sosial ekonomi.
"Polri harus berhati-hati mengambil langkah. Mengapa? Problem sosial ekonomi bukan domain Polri dan tentu saja tak dapat dikatakan menguasai persoalannya. Mereka tak akan sanggup mengelola situasi ini sendirian," ujar Khairul saat dihubungi Republika, Jumat (23/2).
Menurut Khairul, kepolisian dapat melakukan langkah pendekatan yang humanis dengan mengutamakan dialog. Tak hanya itu, pendekatan kepada tokoh agama pun dinilainya masih tak cukup kuat dan harus dilakukan pendekatan yang lebih luas dengan tokoh lainnya.
"Pendekatan ke tokoh agama ini memang penting. Tapi perlu diingat, saat ini pelibatan pemuka agama struktural saja tak cukup kuat. Perlu pelibatan yang lebih luas, lebih berwarna, dan lebih berkualitas," tambah dia.
Penyerangan terhadap pemuka agama ini dimaksudkan untuk menimbulkan kekhawatiran dan keresahan di masyarakat. Karena itu, ia juga meminta polri agar berhati-hati dalam menyampaikan pernyataannya terkait kasus penyerangan ini.
"Tapi setidaknya Polri berniat baik tak ingin memunculkan keresahan dan reaksi berlebihan di tengah masyarakat. Karena itulah target desainnya," ucap Khairul.
Salah satu cara untuk menangani kasus ini yakni perlunya kepolisian meningkatkan kesadaran keamanan masyarakat dan juga sense of hazard kepada para personelnya di lapangan. Selain itu, dialog dan koordinasi dengan pemangku kepentingan lainnya juga perlu dilakukan.
Khairul juga meyakini, serangan terhadap para tokoh agama ini masih akan berlanjut jika masyarakat masih saling tuduh dan menaruh rasa curiga dengan yang lainnya.