REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) sedang mempersiapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pungutan zakat bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) muslim. Dalam perpres tersebut akan diatur zakat bagi ASN muslim sebesar 2,5 persen dari gajinya.
Menanggapi wacana tersebut, Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sodik Mudjahid menilai adanya Perpres tersebut dapat membantu Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dalam memobilisasi zakat yang memiliki potensi besar di Indonesia.
"Adanya Perpres tersebut juga bisa memberi kelonggaran pada ASN Muslim yang sudah biasa membayar zakat di tempat lain," ujarnya kepada Republika.co.id, Jakarta, Kamis (8/2).
Hanya saja, dia memberi catatan kepada pemerintah untuk bisa mengawasi pengelolaan dana zakat secara tepat sasaran. "Manajemen zakat termasuk distribusi dan pendayagunaan zakat tetap dilakukan oleh Baznas dengan mustahik (yang berhak menerima) sesuai dengan syariah dan UU No 23 dan bukan mustahiq versi pemerintah saja," katanya.
Kemudian, soal batas Nishab atau (batas penghasilan) ASN bisa sesuai dengan UU berlaku. Berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), nishab zakat ini dihitung dengan emas setara dengan 85 gram. Jika dikonversi ke dalam uang, maka nilainya bisa jadi di angka Rp 4,1 juta. "Penetapan batas Nishab dimantapkan hukum dan angka terbaiknya melalui fatwa MUI," katanya.
Seperti diketahui, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pungutan zakat tersebut bukan merupakan paksaan dari pemerintah, melainkan imbauan kepada ASN Muslim. "Yang perlu digarisbawahi tidak ada kata kewajiban di situ, tapi yang ada adalah pemerintah atau negara memfasilitasi ASN Muslim untuk menunaikan kewajiban sebagai Muslim mengeluarkan sebagian penghasilannya untuk bayar zakat," ujarnya saat konferensi pers di Gedung Kemang, Jakarta, Rabu (7/2).
Menurutnya, bagi ASN yang berkeberatan adanya pungutan zakat sebesar 2,5 persen tersebut dapat mengajukan atau menyampaikan permohonannya kepada kementerian masing-masing.