REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, penghasilan yang tidak mencapai nishab tidaklah wajib membayar zakat. "Zakat adalah kewajiban uang yang harus dibayarkan oleh seorang muslim yang memiliki kemampuan dan kelayakan,"jelas dia dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (7/2).
Penghasilannya pun harus sudah mencapai nishab atau batas penghasilan pertahun. Bila tidak mencapai nishab maka seorang Muslim tidak wajib membayar zakat.
"Ketika negara memotong gaji PNS sembarangan tanpa tebang pilih mana yang mencapai nishab atau tidak, maka itu jelas perbuatan zalim terhadap PNS," ujar dia.
Kecuali jika yang dipotong oleh negara bentuknya adalah sedekah. Sedekah, menurut dia, haruslah dengan kesukarelaan dan tidak ada paksaan seperti zakat.
Dahnil mengingatkan, agar pemerintah hati-hati ketika membuat kebijakan pemotongan gaji PNS atas nama pembayaran zakat tersebut. "Jangan sampai PNS yang tidak wajib zakat dipotong penghasilannya, jadi mekanismenya harus jelas dan hati-hati," ucap dia.
Sedangkan batas nishab itu bisa per tahun atau per bulan. Tetapi banyak ulama yang menyarankan agar zakat yang dibayarkan setelah penghasilan diterima atau dihitung perbulan.
Terkait gaji PNS ini, termasuk zakat profesi. Nishab gaji yang diterima biasanya sepadan dengan nilai makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari.
Biasanya, nishab zakat profesi ini disamakan dengan zakat pertanian, sekitar 520 kilogram beras. "Misalnya beras yang biasa kita konsumsi harganya Rp 8.200 atau Rp 10 ribu tergantung harga beras mana yang sering dikonsumsi oleh Muzaki (orang yang membayar pajak). Jadi, 520 x 8200 = Rp 4.264.000,- bila, 520 x 10.000 = Rp 5.200.000," ujar dia.
Sehingga penghasilan seorang muslim di bawah Rp 4.264.000, maka tidak wajib pajak.