REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masjid berkapasitas 15 ribu orang itu dibangun di atas lahan seluas enam ribu hektare. Pada suatu pagi tahun lalu, tampak anak-anak berbaris di sebelah barat Masjid Raya al- Munawar, Kota Ternate, Maluku Utara. Mereka tampak bersemangat menghafalkan berbagai doa keseharian dibimbing seorang pengajar Muslimah bercadar.
Meski berada di luar, suara mereka terdengar dari bagian dalam masjid kebanggaan masyarakat Ternate tersebut. Setiap pagi anak-anak berkumpul di tempat sujud tersebut untuk belajar. Mereka tampak ceria beraktivitas di masjid yang mampu menampung 15 ribu jamaah tersebut.
Interior masjid megah tersebut memadukan dua corak berbeda. Gaya barat terlihat di puluhan pilar yang menancap sebagai penyangga masjid. Bagian atas pilar tersebut dihiasi dengan ukiran yang mirip dengan pilar-pilar bangunan Barat abad pertengahan atau bahkan lebih lama lagi.
Bagian atas diwarnai emas yang dipadukan dengan warna putih pada tubuh pilar, sehingga memberikan kesan elegan. Tiang raksasa itu berdiri kokoh di pinggiran dan mengelilingi masjid. Sedangkan di bagian tengahnya hanya dihiasi empat tiang berwarna sama.
Sedangkan sentuhan ketimuran-Islam, tampak jelas di kubah masjid yang besar. Ventilasi berbentuk separuh lingkaran juga merepresentasikan sentuhan gaya ketimuran khas Timur Tengah. Mimbar tempat khatib berdiri dan menyam paikan pesan takwa dibuat dengan gaya klasik.
Penceramah harus menaiki tangga terlebih dahulu untuk berdiri tegap di atasnya. Bahan dasarnya adalah kayu khas Indonesia. Jika mengunjungi masjid tersebut pada pagi hari yang cerah, pengunjung akan menyaksikan bagaimana cahaya matahari masuk melalui jendela belakang masjid.
Meski tak ada lampu menyala, bagian dalam masjid tampak bercahaya, membuat masyarakat yang hendak mendirikan shalat duha mera sakan kenyamanan. Pintu masjid sebelah utara dan selatan terbuka lebar sejak pagi hari.
Cahaya mentari juga masuk melalui ke duanya. Area tangga sekitar pintu selatan masjid menampakkan kondisi masjid yang membutuhkan perbaikan. Tampak beberapa bagian temboknya berlumut.
Warna cat sudah tak secerah aslinya. Toilet masjid ini masih berfungsi meski ada beberapa wastafel yang rusak. Tempat wudhu atau midha'ah dibuat dengan tempat duduk permanen sehingga masyarakat yang hendak me nyucikan diri tidak harus repot berdiri.
Orang lanjut usia dapat berwudhu di sana dengan nyaman. Berdasarkan catatan Pemerintah Provinsi Maluku Utara, masjid ini mulai dibangun pada pertengahan 2003 dengan dana pemerintah daerah. Tempat ibadah itu mulai dimanfaatkan pertama kali pada 6 Agustus 2010. Ketika itu masyarakat berdatangan untuk melaksanakan shalat Jumat berjamaah sekaligus tabligh akbar menyambut Ramadhan 1431H
Masjid berkapasitas 15 ribu orang itu dibangun di atas lahan seluas enam ribu hektare. Luas masjid lebih dari itu, mencapai 9.512 meter persegi. Pembangunan masjid ini memakan waktu selama tujuh tahun dari tahun 2003 hingga tahun 2010.
Masjid Raya Al-Munawar dileng kapi dengan empat menara setinggi 44 meter. Dua di antaranya dibangun di laut. Bangunan ini termasuk kategori monumental dengan spesifikasi khusus. Beberapa bahan bangunan masjid seperti keramik dan lampu didatangkan langsung dari Turki.
Masjid ini juga dilengkapi dengan pusat kaum duafa atau Duafa Center di sebelah selatan masjid. Bangunan terpisah tersebut kerap menjadi tempat pelaksanaan berbagai kegiatan yang menarik perhatian masyarakat. Halaman masjid cukup luas dan kerap menjadi tempat bermain atau masyarakat beraktivitas.