Sabtu 27 Jan 2018 08:31 WIB

Menjadi Generasi Mushlih

Merekalah generasi yang dengan pikiran dan tindakannya terus berada di jalur benar.

Sejumlah anggota Koramil membantu para petani demi kebaikan sesama(Ilustrasi)
Foto: dok. Pendim 0716/Demak
Sejumlah anggota Koramil membantu para petani demi kebaikan sesama(Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fajar Kurnianto

Manusia lahir ke dunia membawa beban tanggung jawab, baik terhadap dirinya, sesamanya, lingkungannya, maupun Allah SWT. Selain untuk memakmurkan dunia dengan mengolah apa yang ada untuk kemaslahatan, ada tanggung jawab yang juga besar, yakni untuk melakukan perbaikan atas berbagai kerusakan yang telah terjadi, baik itu kerusakan secara material, moral, maupun spiritual (ruhaniah). Dalam Alquran, orang yang memperbaiki diistilahkan dengan kata “mushlih”. Dari akar kata yang sama pula kata “shalih” (saleh) muncul.

Allah SWT mengatakan bahwa Dia tidak akan menimpakan azab secara semena-mena kepada komunitas masyarakat yang di dalamnya masih ada orang-orang yang terus-menerus atau konsisten melakukan kebaikan dan perbaikan. “Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan (mushlih).” (QS Hud [11]: 117)

Tanggung jawab ini pula yang dibebankan kepada para rasul dan nabi Allah SWT, seperti yang dikatakan Nabi Syu’aib kepada kaumnya. “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih mampu. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nyalah aku kembali” (QS Hud [11]: 88).

Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin membedakan antara orang saleh dan orang mushlih. Saleh lebih berkaitan dengan diri (individu), sementara mushlih berkaitan dengan orang lain (sosial) dan lingkungan. Jadi, mushlih adalah sebuah aktivitas atau gerakan kebaikan yang dilakukan seseorang yang berkaitan dengan orang lain dan efeknya dirasakan bersama sehingga akhirnya setiap individu menjadi orang saleh. Mushlih adalah pemantik yang tidak hanya melakukan kebaikan, tetapi juga menebarkan kebaikan dan membuat orang lain atau lingkungan menjadi baik.

Karena itulah, Allah SWT memuji orang-orang yang melakukan kebaikan dan perbaikan serta menjamin bahwa kehidupan mereka tidak akan diliputi dengan kekhawatiran dan kesedihan. “Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS al-An’am [6]: 48). Allah juga memberi mereka pahala dan manfaat yang sangat banyak karenanya, “Sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (QS al-A’raf [7]: 170). Pada ayat lain, “Barang siapa memaafkan dan melakukan perbaikan maka pahalanya atas (tanggungan) Allah” (QS asy-Syura [42]: 40).

Melalui tanggung jawab untuk menjadi orang mushlih, tidak sekadar saleh, sesungguhnya orang beriman dituntut untuk menjadi manusia yang berkualitas dan bernilai tinggi, baik di tengah-tengah sesamanya maupun di hadapan Allah. Orang seperti inilah yang bisa mengubah keadaan dunia menjadi lebih baik hingga semakin banyak orang yang merasakan manfaat atau maslahatnya.

 

Merekalah generasi yang dengan pikiran dan tindakannya terus berada di jalur yang benar dan lurus. Mereka bukan saja generasi yang selamat, melainkan juga menyelamatkan orang lain. Mereka adalah generasi yang dapat memilih sesuatu yang positif untuk diambil pelajaran darinya kemudian menyebarkannya dan menahan diri dari hal negatif dengan membuangnya jauh-jauh dan tidak ikut menyebarkannya.

Ketika Nabi Musa hendak meninggalkan kaumnya selama beberapa hari untuk menerima wahyu Allah, beliau berpesan kepada saudaranya, Harun, “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, lakukanlah perbaikan dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS al-A’raf [7]: 142). Allah SWT menegaskan di ayat lain, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-Qashash [28]: 77). Wallahu a’lam.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement